Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 9.6 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.

Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.

Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta, Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini.

Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 9.6

Bab 9.6 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta 

Aku gugup karena tidak yakin “sekadar s3ks” dengan Miles mungkin terjadi. Jika dinilai dari caraku tersedot padanya, aku mendapat firasat cukup kuat s3ks akan menjadi masalah kami yang paling ringan. Meskipun begitu, aku masih duduk di sini, pura-pura tak keberatan dengan “sekadar s3ks”. Jika awalnya dimulai dengan cara seperti ini, pada akhirnya hubungan kami akan berakhir menjadi sesuatu yang lebih serius.

“Well, kita tidak bisa melakukannya sekarang,” kata Miles.

Berengsek. “Kenapa tidak?”

“Satu-satunya pengaman yang kusimpan di dompetku saat ini mungkin sudah hancur.”

Aku tertawa. Aku menyukai lelucon Miles yang mengolok dirinya sendiri.

“Tapi aku sungguh-sungguh ingin menciummu lagi,” sambung Miles sambil menyunggingkan senyum berharap.

Aku justru heran dia tidak menciumku lagi. “Boleh.”

Miles kembali berjalan lambat-lambat mendekati tempatku duduk, hingga lututku berada di kiri dan kanan pinggangnya. Aku mengamati mata Miles, yang menatapku seolah dia menungguku berubah pikiran. Aku takkan berubah pikiran. Aku mungkin menginginkan ciuman ini lebih daripada Miles menginginkannya.

Miles mengangkat tangan dan menyusupkan jemari ke rambutku, ibu jarinya membelai pipiku. Helaan napasnya gemetaran ketika dia menatap bibirku.

“Kau membuat bernapas menjadi sulit.”

Miles menuntaskan kalimatnya dengan ciuman, bibirnya mendarat di bibirku. Sisa diriku yang belum meleleh karena kehadiran Miles sekarang ikut mencair seperti bagian diriku yang lain. Aku mencoba mengingat satu masa ketika bibir seorang laki-laki terasa senikmat ini di bibirku. Lidah Miles membelai bibirku, lalu menyusup masuk, mencicipku, memenuhiku, menguasaiku.

“Oh... astaga. Aku, Sangat suka.” Katanya dalam hati.

Aku memiringkan kepala supaya bisa merasakan bibirnya lebih banyak. Miles memiringkan kepala supaya bisa merasakan bibirku lebih banyak. Lidah Miles memiliki “ingatan” tajam, ka-rena lidahnya tahu persis cara melakukan ini. Miles menurunkan tangannya yang luka dan meletakkannya di pahaku, sementara tangan satu lagi menangkup belakang kepalaku, menyatukan bibir kami semakin rapat. Tanganku tidak lagi meremas kaus Miles, melainkan menjelajahi tangannya, lehernya, punggungnya, rambutnya.

Aku merintih lembut, dan suaraku menyebabkan Miles menekan tubuhnya, dia menarikku beberapa sentimeter supaya lebih maju ke pinggiran konter.

“Well, jelas kau bukan g4y,” kata seseorang dari belakang kami.

Astaga

Dad.

Dad!

Miles menjauhkan tubuhnya, aku melompat turun dari konter. Dad berjalan melewati kami, Dad membuka kulkas dan mengambil sebotol air, seolah setiap malam dia memergoki putrinya digerayangi tamu di rumahnya. Dad berbalik menghadap kami, lalu menenggak minumannya lama-lama. Setelah selesai minum, Dad menutup botol dan menyimpannya kembali di kulkas. Dad menutup kulkas dan berjalan mendatangi kami, sengaja lewat di antara kami, memperlebar jarak yang memisahkan kami.

“Tidurlah, Tate,” kata Dad sambil keluar dari dapur.

Aku menutup bibir dengan tangan. Miles menutup wajah dengan tangan. Kami sama-sama merasa ngeri. Rasa ngeri Miles lebih besar daripadaku, aku yakin.

“Kita harus tidur,” kata Miles. Aku setuju sarannya.

Kami berjalan meninggalkan dapur tanpa bersentuhan. Kami tiba di pintu kamarku lebih dulu, jadi aku berhenti, lalu berbalik menghadap Miles. Dia ikut berhenti, Dia menoleh ke kiri, setelah itu menoleh singkat ke kanan, untuk memastikan di lorong hanya ada kami berdua. Miles maju selangkah dan curi-curi menciumku sekali lagi. Punggungku menempel di daun pintu, tapi Miles berhasil memutus ciumannya.

“Kau yakin ini tidak apa-apa?” tanya Miles sambil mengamati

mataku, mencari tatapan ragu Aku tak tahu apakah ini tidak apa-apa. Rasanya sungguh luar biasa, Miles juga merasakan sama, dan aku tidak bisa memikirkan hal lain yang lebih kuinginkan selain bersama Miles. Tetapi, alasan di balik keputusannya tidak menyentuh perempuan selama enam tahun, justru itu yang kucemaskan.

“Kau terlalu khawatir,” kataku sambil tersenyum terpaksa. “Apa akan menolong jika kita menetapkan aturan tertentu?”

Miles mengamatiku tanpa berkomentar sebelum mundur selangkah. “Mungkin saja,” sahutnya. “Saat ini aku hanya bisa memikirkan dua aturan.”

“Apa?”

Miles memusatkan tatapan ke mataku selama beberapa detik. “Jangan bertanya tentang masa laluku,” katanya dengan tegas. “Dan jangan pernah mengharapkan masa depan.”

Aku tak menyukai satu pun dari kedua aturan itu. Keduanya membuatku ingin berubah pikiran tentang kesepakatan kami, lalu berbalik dan lari, tapi aku malah mengangguk. Aku mengangguk karena ingin menggenggam yang bisa kuraih. Aku bukan Tate ketika berada di dekat Miles. Aku hanya zat cair, dan zat cair tidak tahu cara mengeraskan diri atau berdiri sendiri. Zat cair hanya mengalir. Hanya itu yang ingin kulakukan bersama Miles.

Mengalir.

“Well, aku hanya punya satu aturan,” kataku pelan. Miles menungguku memberitahu aturanku. Aku tidak bisa memikirkan satu pun. Aku tidak punya satu pun. Mengapa aku tidak punya aturan apa pun? Miles masih menunggu.

“Aku belum tahu apa, tapi ketika terpikirkan olehku, kau harus mematuhinya.”

Miles tertawa. Dia memajukan tubuh dan mengecup dahiku, lalu berjalan ke kamarnya. Dia membuka pintu, menoleh singkat padaku sebelum masuk kamar.

Aku belum seratus persen yakin, tapi aku cukup yakin ekspresi yang baru kulihat di wajah Miles adalah ketakutan. Aku hanya bisa berharap aku tahu apa yang menjadi ketakutan Miles, karena hanya Tuhan yang tahu apa tepatnya yang menjadi ketakutanku.

Aku takut bagaimana akhir hubungan kami..……………(Bersambung)

Penutup

Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 10 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Posting Komentar untuk "Bab 9.6 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "