Bab 1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas .
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti Penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE kan memberikan dan memperkenalkan novel Wajah Buruk Cinta, kami yakin sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak Bersama Novel berikut ini.
“Seseorang pernah menusuk lehermu, Nona.”
Aku membelalak, lalu dengan perlahan berbalik ke arah laki- laki tua yang berdiri di sebelahku. Dia menekan tombol naik di samping lift sambil menghadapku. Laki-laki itu tersenyum dan menunjuk leherku.
“Tanda lahirmu,” katanya.
Secara naluriah, kunaikkan tangan ke leher, menyentuh tanda lahir seukuran koin sepuluh sen yang letaknya tak jauh di bawah telingaku.
“Kakekku dulu bilang, letak tanda lahir seseorang menyimpan kisah tentang bagaimana mereka kalah dalam pergulatan hidup mereka pada masa lalu”.
“Kutebak kau terkena tusukan di leher pada kehidupan lampaumu. Tapi aku yakin kematianmu cepat.”
Aku tersenyum, tapi tak yakin harus merasa takut atau terhibur. Terlepas dari kalimat pembuka percakapannya yang agak tidak wajar, laki-laki ini tidak mungkin berbahaya. Tubuhnya yang agak bungkuk dan berdirinya yang goyah menunjukkan usianya tak kurang dari delapan puluh tahun. Dia lambat-lambat berjalan beberapa langkah menuju satu dari dua kursi berwarna merah yang diletakkan di dinding dekat lift. Dia menggerutu ketika mengenyakkan tubuh ke kursi, lalu kembali menaikkan tatapan padaku.
“Kau mau naik ke lantai delapan belas?”
Aku menyipit ketika mencerna pertanyaan laki-laki tua itu. Entah bagaimana dia tahu lantai yang kutuju, padahal ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kompleks apartemen ini, dan pastinya ini pertama kali aku melihat dia.
“Ya, pak,” sahutku dengan hati-hati. “Kau bekerja di sini?” “Sebenarnya, ya.”
Laki-laki itu mengangguk ke arah lift, dan aku menggeser tatapan ke angka-angka menyala di atas kepalaku. Sebelas lantai lagi sebelum lift terbuka. Aku berdoa semoga lift cepat terbuka.
“Aku bertugas menekan tombol lift,” kata laki-laki tua itu lagi. “Kurasa tidak ada nama jabatan yang resmi untuk pekerja-anku, tapi aku suka menyamakan diri dengan pilot pesawat, karena kalau dipikir-pikir, aku mengantar orang-orang naik hingga setinggi dua puluh lantai ke angkasa.”
Aku tersenyum mendengar kata-katanya, sebab kakak dan ayahku pilot.
“Sudah berapa lama kau menjadi pilot lift ini?” tanyaku sambil menunggu lift. Sumpah, ini lift yang jalannya paling lama yang pernah kutemui.
“Sejak aku terlalu tua untuk mengurus perawatan gedung ini. Sudah 32 tahun aku bekerja di sini sebelum menjadi pilotnya. Dan hingga hari ini, sudah lima belas tahun aku mengantar orang-orang ke angkasa. Pemilik apartemen memberiku peker- jaan remeh ini supaya aku tetap punya kesibukan sampai ajal menjemputku.” Dia tersenyum sendiri. “Satu hal yang tidak di- sadarinya, Tuhan memberiku begitu banyak perkara hebat untuk kucapai dalam hidup, dan saat ini, pencapaianku masih jauh dari selesai sehingga aku takkan pernah meninggal.”
Aku tertawa tanpa sadar ketika pintu lift akhirnya terbuka. Kuraih gagang koper dan menoleh sekali lagi pada laki-laki tua itu sebelum masuk lift.
“Siapa namamu?”
“Samuel, tapi panggil saja aku Cap,” sahutnya. “Seperti yang lain.”
“Kau punya tanda lahir, Cap?”
Dia menyeringai. “Tentu saja. Sepertinya pada kehidupan lampau aku terkena tembakan di bokong dan tewas gara-gara kehabisan darah.”
Aku tersenyum dan mengangkat tangan ke depan kening, memberinya hormat ala pilot. Aku masuk ke lift dan berbalik menghadap pintu yang terbuka, mengagumi kemewahan lobi. Gedung ini lebih mirip hotel bersejarah daripada kompleks apartemen, karena pilar-pilarnya besar dan lantainya terbuat dari pualam.
Ketika Corbin bilang aku boleh tinggal bersamanya sampai dapat pekerjaan, aku tidak tahu sama sekali ternyata hidupnya benar-benar mirip orang dewasa. Kupikir keadaannya pasti seperti terakhir kali aku mengunjunginya segera setelah aku lulus SMA, ketika Corbin pertama kali melakoni pekerjaan yang membutuhkan izin menerbangkan pesawat. Itu empat tahun dan satu kompleks apartemen kumuh dua lantai yang lalu. Seperti itulah bayanganku.
Tentu saja, aku tidak menyangka akan menjejakkan kaki di sepetak kompleks apartemen berlantai banyak di tengah kota San Fransisco.
Aku mengulurkan tangan ke panel lift dan menekan tombol yang membawaku ke lantai delapan belas, setelah itu menatap dinding cermin yang melapisi lift. Aku menghabiskan seharian kemarin dan sebagian besar pagi ini mengemas semua harta benda dari apartemen lamaku di San Diego. Untunglah tidak banyak. Tapi, setelah hari ini menyetir sendirian sejauh delapan ratus kilometer, ekspresi kelelahan terlihat cukup jelas di pantulan wajahku. Rambutku kuikat menjadi sanggul longgar di puncak kepala dan kutahan dengan pensil karena aku tak bisa menemukan karet rambut ketika menyetir. Mataku yang biasanya berwarna cokelat hazelnut, sewarna rambutku, saat ini kelihatan sepuluh kali lipat lebih gelap gara-gara kantong mata.
Aku merogoh tas tangan dan menemukan ChapStick, berharap dapat menghidupkan rona bibirku sebelum kelihatan selelah bagian tubuhku yang lain. Pintu lift yang mulai menutup tahu- tahu terbuka lagi. Seorang laki-laki berlari menuju lift, dan ber………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? Apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah lansung saja kita lanjut ke bab selanjut nya yaitu Bab 1.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti Penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE kan memberikan dan memperkenalkan novel Wajah Buruk Cinta, kami yakin sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak Bersama Novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 1
Bab 1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
SATU
TATE
“Seseorang pernah menusuk lehermu, Nona.”
Aku membelalak, lalu dengan perlahan berbalik ke arah laki- laki tua yang berdiri di sebelahku. Dia menekan tombol naik di samping lift sambil menghadapku. Laki-laki itu tersenyum dan menunjuk leherku.
“Tanda lahirmu,” katanya.
Secara naluriah, kunaikkan tangan ke leher, menyentuh tanda lahir seukuran koin sepuluh sen yang letaknya tak jauh di bawah telingaku.
“Kakekku dulu bilang, letak tanda lahir seseorang menyimpan kisah tentang bagaimana mereka kalah dalam pergulatan hidup mereka pada masa lalu”.
“Kutebak kau terkena tusukan di leher pada kehidupan lampaumu. Tapi aku yakin kematianmu cepat.”
Aku tersenyum, tapi tak yakin harus merasa takut atau terhibur. Terlepas dari kalimat pembuka percakapannya yang agak tidak wajar, laki-laki ini tidak mungkin berbahaya. Tubuhnya yang agak bungkuk dan berdirinya yang goyah menunjukkan usianya tak kurang dari delapan puluh tahun. Dia lambat-lambat berjalan beberapa langkah menuju satu dari dua kursi berwarna merah yang diletakkan di dinding dekat lift. Dia menggerutu ketika mengenyakkan tubuh ke kursi, lalu kembali menaikkan tatapan padaku.
“Kau mau naik ke lantai delapan belas?”
Aku menyipit ketika mencerna pertanyaan laki-laki tua itu. Entah bagaimana dia tahu lantai yang kutuju, padahal ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kompleks apartemen ini, dan pastinya ini pertama kali aku melihat dia.
“Ya, pak,” sahutku dengan hati-hati. “Kau bekerja di sini?” “Sebenarnya, ya.”
Laki-laki itu mengangguk ke arah lift, dan aku menggeser tatapan ke angka-angka menyala di atas kepalaku. Sebelas lantai lagi sebelum lift terbuka. Aku berdoa semoga lift cepat terbuka.
“Aku bertugas menekan tombol lift,” kata laki-laki tua itu lagi. “Kurasa tidak ada nama jabatan yang resmi untuk pekerja-anku, tapi aku suka menyamakan diri dengan pilot pesawat, karena kalau dipikir-pikir, aku mengantar orang-orang naik hingga setinggi dua puluh lantai ke angkasa.”
Aku tersenyum mendengar kata-katanya, sebab kakak dan ayahku pilot.
“Sudah berapa lama kau menjadi pilot lift ini?” tanyaku sambil menunggu lift. Sumpah, ini lift yang jalannya paling lama yang pernah kutemui.
“Sejak aku terlalu tua untuk mengurus perawatan gedung ini. Sudah 32 tahun aku bekerja di sini sebelum menjadi pilotnya. Dan hingga hari ini, sudah lima belas tahun aku mengantar orang-orang ke angkasa. Pemilik apartemen memberiku peker- jaan remeh ini supaya aku tetap punya kesibukan sampai ajal menjemputku.” Dia tersenyum sendiri. “Satu hal yang tidak di- sadarinya, Tuhan memberiku begitu banyak perkara hebat untuk kucapai dalam hidup, dan saat ini, pencapaianku masih jauh dari selesai sehingga aku takkan pernah meninggal.”
Aku tertawa tanpa sadar ketika pintu lift akhirnya terbuka. Kuraih gagang koper dan menoleh sekali lagi pada laki-laki tua itu sebelum masuk lift.
“Siapa namamu?”
“Samuel, tapi panggil saja aku Cap,” sahutnya. “Seperti yang lain.”
“Kau punya tanda lahir, Cap?”
Dia menyeringai. “Tentu saja. Sepertinya pada kehidupan lampau aku terkena tembakan di bokong dan tewas gara-gara kehabisan darah.”
Aku tersenyum dan mengangkat tangan ke depan kening, memberinya hormat ala pilot. Aku masuk ke lift dan berbalik menghadap pintu yang terbuka, mengagumi kemewahan lobi. Gedung ini lebih mirip hotel bersejarah daripada kompleks apartemen, karena pilar-pilarnya besar dan lantainya terbuat dari pualam.
Ketika Corbin bilang aku boleh tinggal bersamanya sampai dapat pekerjaan, aku tidak tahu sama sekali ternyata hidupnya benar-benar mirip orang dewasa. Kupikir keadaannya pasti seperti terakhir kali aku mengunjunginya segera setelah aku lulus SMA, ketika Corbin pertama kali melakoni pekerjaan yang membutuhkan izin menerbangkan pesawat. Itu empat tahun dan satu kompleks apartemen kumuh dua lantai yang lalu. Seperti itulah bayanganku.
Tentu saja, aku tidak menyangka akan menjejakkan kaki di sepetak kompleks apartemen berlantai banyak di tengah kota San Fransisco.
Aku mengulurkan tangan ke panel lift dan menekan tombol yang membawaku ke lantai delapan belas, setelah itu menatap dinding cermin yang melapisi lift. Aku menghabiskan seharian kemarin dan sebagian besar pagi ini mengemas semua harta benda dari apartemen lamaku di San Diego. Untunglah tidak banyak. Tapi, setelah hari ini menyetir sendirian sejauh delapan ratus kilometer, ekspresi kelelahan terlihat cukup jelas di pantulan wajahku. Rambutku kuikat menjadi sanggul longgar di puncak kepala dan kutahan dengan pensil karena aku tak bisa menemukan karet rambut ketika menyetir. Mataku yang biasanya berwarna cokelat hazelnut, sewarna rambutku, saat ini kelihatan sepuluh kali lipat lebih gelap gara-gara kantong mata.
Aku merogoh tas tangan dan menemukan ChapStick, berharap dapat menghidupkan rona bibirku sebelum kelihatan selelah bagian tubuhku yang lain. Pintu lift yang mulai menutup tahu- tahu terbuka lagi. Seorang laki-laki berlari menuju lift, dan ber………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? Apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah lansung saja kita lanjut ke bab selanjut nya yaitu Bab 1.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "