Bab 15.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas .
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta, Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 15.1
Bab 15.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta |
Aku mengangguk. Aku suka Miles memikirkan tentang malam ini,
dan aku suka cara Miles mengakhiri sebagian pertanyaannya dengan namaku. Aku
suka cara Miles mengucapkan namaku. Aku harus meminta Miles menyebut namaku
setiap kali dia berbicara padaku. “Aku tidak harus bekerja sebelum pukul
22.00.”
Lift tiba di lantai dasar, dan kami melangkah ke pintu saat bersamaan.
Tangan Miles menyentuh punggung bawahku, dan arus yang menjalari tubuhku tidak
bisa kusangkal. Aku pernah naksir laki-laki sebelum ini, sial, aku bahkan
pernah jatuh cinta pada laki-laki, tapi tak seorang pun dari mereka memiliki
sentuhan yang bisa membuatku memiliki respons seperti yang ditimbulkan Miles.
Begitu aku keluar lift, Miles melepaskan tangan dari punggungku.
Sekarang aku lebih merasakan ketiadaan sentuhan Miles daripada sebelum dia
menyentuhku. Setiap sentuhan kecil yang kudapatkan membuatku mendambakan
sentuhan kecil itu lebih banyak lagi.
Cap tidak duduk di tempatnya yang biasa. Tetapi, itu tidak
mengherankan jika mengingat sekarang tengah hari. Cap bukan tipe orang yang
berkegiatan pada pagi hari. Mungkin karena itu kami bisa berteman baik.
“Kau mau jalan kaki saja?” tanya Miles.
Aku menjawab ya, meskipun hawa di luar dingin. Aku lebih
suka berjalan kaki, dan kami berada di dekat beberapa toko yang menyediakan
benda yang dicari Miles. Aku mengusulkan toko yang kulewati dua minggu lalu,
letaknya hanya dua blok dari tempat kami sekarang.
“Kau duluan,” kata Miles sambil menahan pintu untukku. Aku
keluar dan sedikit merapatkan jaket yang membalut tu- buhku. Aku ragu Miles
tipe laki-laki yang bersedia berpegangan tangan di depan umum, jadi aku tak
perlu gelisah membuat ta- nganku bisa dipegang olehnya. Aku memeluk diri
sendiri supaya tetap hangat, lalu kami berjalan bersisian.
“Di sebelah sini,” kataku sambil menunjuk ke kanan ketika
kami tiba di tempat penyeberangan. Aku menurunkan tatapan pada laki-laki tua
yang duduk di pinggir jalan, tubuhnya ter- bungkus jaket tipis compang-camping.
Matanya terpejam, sarung tangan yang membungkus tangannya yang gemetaran
berlubang di sana-sini.
Sejak dulu aku mudah bersimpati pada orang-orang yang tidak
memiliki apa-apa dan tidak punya tujuan. Corbin tidak suka karena aku tidak
pernah melewati tunawisma tanpa memberi mereka uang atau makanan. Kata Corbin,
sebagian besar dari mereka menjadi tunawisma karena mengidap masalah kecanduan
dan jika kuberikan uang, itu hanya melestarikan kecanduan mereka.
Jujur saja, aku tidak peduli andai benar itu masalahnya.
Jika seseorang menjadi tunawisma karena memiliki kebutuhan yang lebih kuat
daripada kebutuhannya memiliki rumah, itu tidak menghalangi niatku sedikit pun.
Mungkin karena aku perawat, tapi aku tidak percaya kecanduan adalah pilihan
seseorang. Kecanduan adalah penyakit, dan hatiku sakit melihat orang terpak- sa
hidup seperti ini karena mereka tidak mampu menolong diri sendiri.
Aku pasti memberi uang pada tunawisma itu andai aku membawa
tas.
Aku tersadar aku berhenti berjalan ketika merasakan Miles
mencuri pandang ke arahku. Dia memperhatikanku mengamati laki-laki tua itu,
jadi aku mempercepat langkah untuk menyusulnya. Aku tidak mengatakan apa pun
untuk memberi pembelaan tentang ekspresi wajahku yang gundah. Tak ada gunanya.
Aku memiliki cukup banyak pengalaman dengan Corbin untuk mengetahui aku tidak
memiliki keinginan mencoba mengubah semua pendapat yang tidak satu suara
denganku.
“Ini tokonya,” kataku sambil berhenti di depannya.
Miles berhenti berjalan dan mengamati pajangan yang terle-
tak di sebelah dalam jendela toko. “Kau suka itu?” tanya Miles sambil menunjuk
jendela. Aku maju selangkah mendekati jende- la dan menatap ke dalam bersama
Miles. Di balik jendela kami melihat pajangan kamar tidur, tapi di dalamnya ada
unsur-unsur yang dicari Miles. Karpet penutup lantai berwarna kelabu berhi-
askan beberapa bentuk geometris dalam beberapa variasi warna biru dan hitam.
Karpet itu sepertinya akan sesuai dengan selera Miles.
Tetapi, warna gordennya bukan biru laut, melainkan abu-abu
polos, dan hanya ada satu garis putih tegas vertikal yang meman- jang di sisi
kiri panel.
“Aku suka,” sahutku.
Miles berjalan ke depanku dan membuka pintu untuk mem-
persilakanku masuk lebih dulu. Pramuniaga berjalan menyongsong Miles sebelum
pintu menutup di belakangnya. Perempuan itu bertanya apa dia bisa membantu
kami.
Miles menunjuk jendela. “Saya menginginkan gorden itu.
Keempatnya. Juga karpetnya.”
Pramuniaga itu tersenyum dan memberi kami isyarat agar mengikutinya. “Berapa lebar dan panjang yang Anda inginkan?” Miles mengeluarkan ponsel dan membacakan ukuran yang……(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan
ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab
selanjut nya yaitu Bab 15.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 15.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta"