Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 15.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas .

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.

Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.

Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta, Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini.

Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 15.3 

Bab 15.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta 

Tangan kanan Miles meninggalkan pinggulku, dia mengang- kat tangan itu ke sisi kepalaku, menyentuh rambutku selembut mungkin. Lalu dia mulai menggeleng-geleng lambat tanda tidak sependapat. “Jika aku memiliki tingkat kesabaran yang menga- gumkan, kau takkan bersamaku saat ini.”

Aku mengunci kalimat itu dan mencoba memahami makna di balik kata-katanya, tapi begitu bibir Miles menyentuh bibirku, aku tak lagi tertarik pada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Aku hanya tertarik pada bibir Miles dan bagaimana rasanya ketika bibir itu menyerbu bibirku.

Ciuman Miles lambat dan tenang seratus persen bertolak belakang dengan denyut nadiku. Tangan kanan Miles pindah ke belakang kepalaku, tangan kirinya memutar ke punggung bawahku. Dia menjelajahi bibirku dengan sabar, seolah berencana menahanku di balik partisi ini sepanjang hari.

Aku menghimpun segenap kekuatan yang bisa kutemukan untuk mencegah tangan dan kakiku mengepit Miles. Aku mencoba menemukan kesabaran seperti yang diperlihatkan Miles, tapi sulit bagiku melakukan itu ketika jemari, bibir, dan tangan Miles mampu membujuk keluar reaksi-reaksi fisik seperti ini dari dalam diriku.

Pintu ruang belakang terbuka, terdengar kelotakan tumit sepatu pramuniaga itu memukul lantai. Miles berhenti menciumku, dan jantungku menjerit. Untunglah teriakan jantungku hanya bisa dirasakan, bukan didengar.

Bukannya merenggangkan pelukan dan berjalan kembali ke konter, Miles kembali memegang wajahku dan menahan kepalaku supaya jangan bergerak saat dia menatapku tanpa berkata-kata selama beberapa detik. Ibu jarinya mengusap lembut rahangku, lalu dia mengembuskan napas pelan. Alisnya bertaut, matanya terpejam. Miles menekan dahinya ke dahiku, masih memegang wajahku, dan aku bisa merasakan pergolakan batinnya.

“Tate.”

Miles mengucapkan namaku begitu pelan hingga aku bisa merasakan penyesalan dalam kata-kata yang bahkan belum dia ucapkan. “Aku suka...” Miles membuka mata dan menatapku. “Aku suka menciummu, Tate.”

Aku tidak tahu mengapa sepertinya Miles berat mengatakan kalimat itu, karena suaranya berhenti ketika mendekati akhir, seolah dia berusaha mencegah bibirnya menyelesaikan kalimat itu. Begitu kalimat itu terucap dari bibirnya, Miles melepasku dan cepat-cepat berjalan mengitari partisi seolah ingin melarikan diri dari pengakuannya. Aku suka menciummu, Tate.

Meskipun aku menduga Miles merasakan penyesalan karena mengatakan kalimat itu, aku cukup yakin aku akan mengulangi kata-kata itu dalam hati sepanjang sisa hari ini.

Aku menghabiskan sepuluh menit penuh melamun sambil menjelajah, memutar ulang pujian Miles di kepalaku hingga berulang kali selagi menunggunya menyelesaikan pembayaran. Miles sedang mengulurkan kartu kredit ketika aku tiba di konter. “Kami akan menyuruh pesanan ini diantarkan sejam lagi,” kata pramuniaga. Dia mengembalikan kartu kredit Miles dan mengambil kantong dari konter untuk diletakkan di belakangnya. Miles mengambil salah satu kantong belanja dari perempuan itu dan mengangkatnya. “Saya bawa ini,” katanya.

Miles berbalik menghadapku. “Siap?”

Kami keluar, dan suhu udara rasanya turun dua puluh derajat sejak terakhir kali kami berada di luar sini. Ini mungkin saja karena Miles membuat segala sesuatu terasa jauh lebih hangat di dalam.

Kami tiba di pojok jalan, dan aku mulai berjalan pulang ke arah kompleks apartemen, tapi kemudian tersadar Miles berhenti berjalan. Aku berbalik. Miles mengeluarkan sesuatu dari kantong di tangannya. Miles menyentak putus label harga, lalu sehelai selimut terkembang.

Tidak mungkin.

Miles menyodorkan selimut itu pada laki-laki tua yang masih membungkus tubuhnya di pinggir jalan. Laki-laki itu mendongak padanya dan menerima selimut itu. Tak seorang pun dari mereka yang berbicara.

Miles berjalan ke tong sampah terdekat dan membuang kantong plastik kosong ke sana, setelah itu kembali berjalan ke arahku dengan tatapan tertuju ke tanah. Dia bahkan tidak melakukan kontak mata denganku ketika kami sama-sama berjalan ke arah kompleks apartemen.

Aku ingin mengucapkan terima kasih pada Miles, tapi tidak kulakukan. Jika aku melakukan itu, akan kelihatan seolah aku mengasumsikan Miles melakukan kebaikan itu untukku.

Aku tahu Miles melakukan itu bukan untukku, Dia melakukannya untuk laki-laki yang kedinginan itu.

Miles menyuruhku pulang begitu kami tiba di apartemen. Katanya, dia tidak ingin aku melihat apartemennya hingga semua selesai didekorasi, dan itu bagus, karena banyak pekerjaan rumah yang harus kurampungkan. Aku sungguh tak punya waktu yang………(Bersambung)

Penutup

Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 15.4 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Posting Komentar untuk "Bab 15.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta"