Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 17 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas .

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.

Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.

Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta, Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini.

Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 17 

Bab 17 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta 

TUJUH BELAS

 


                                                 TATE

Corbin: Mau ikut makan malam? Jam berapa beres kerja?

Aku: Sepuluh menit lagi. Di mana?

Corbin: Sudah dekat. Kami menunggumu di depan saja.

Kami?

Aku tak bisa mengabaikan kegembiraan yang membanjiriku karena menerima SMS itu. Pasti yang dimaksud “kami” Corbin dan Miles. Aku tidak bisa memikirkan orang lain yang pergi bersama Corbin, apalagi aku tahu Miles pulang kemarin malam.

Aku menyelesaikan berkas kerjaku yang terakhir, setelah itu singgah di kamar mandi untuk memeriksa rambut (aku benci karena peduli soal ini) sebelum berjalan keluar menemui mereka.

Mereka bertiga berdiri di dekat pintu masuk ketika aku keluar. Ian dan Miles bersama Corbin. Dia tersenyum ketika melihatku, karena posisinya menghadapku. Corbin membalik tubuh ketika aku tiba di dekat mereka.

“Siap berangkat? Kita ke Jack’s.”

Mereka sungguh kelompok yang mengesankan. Semua tampan dengan ciri khas masing-masing, tapi ketampanan mereka bertambah karena memakai jas pilot dan berjalan sebagai satu kelompok. Aku tak bisa menyangkal perasaan seperti telanjang karena berjalan di dekat mereka dengan seragam rumah sakit. “Ayo berangkat,” ajakku. “Aku kelaparan.”

Aku menatap sekilas pada Miles, dan dia memberiku anggukan samar tanpa senyum. Tangannya disusupkan dalam-dalam ke saku jaket, dan dia memalingkan wajah setelah kami mulai berjalan. Sepanjang perjalanan, Miles terus berjalan di depanku, jadi aku berjalan di sebelah Corbin.

“Ada acara apa?” tanyaku ketika kami menuju restoran. “Apa kita merayakan bebas tugas barengan kalian malam ini?”

Di sekitarku berlangsung percakapan tanpa suara. Ian memandang Miles. Corbin memandang Ian. Miles tak memandang siapa-siapa. Dia terus memandang ke depan, berfokus pada trotoar di depan kami.

“Ingat ketika kita kecil Mom dan Dad membawa kita ke La Caprese?” tanya Corbin.

 

Aku ingat malam itu. Aku tidak pernah melihat orangtuaku lebih bahagia. Saat itu usiaku sekitar lima atau enam tahun, tapi malam itu satu dari sedikit kenangan yang bisa kuingat dari umur sekecil itu. Malam itu ayahku resmi menjadi pilot di maskapai tempatnya bekerja.

Aku berhenti berjalan dan langsung menatap Corbin. “Kau menjadi pilot? Kau tidak mungkin menjadi pilot. Usiamu terlalu muda.”

Aku tahu sesulit apa meraih posisi pilot dan berapa jam terbang yang harus dipenuhi kopilot untuk menjadi pilot. Kebanyakan pilot berumur dua puluhan baru menjadi kopilot.

Corbin menggeleng. “Bukan aku. Aku terlalu sering pindah maskapai.” Dia mengalihkan tatapan pada Miles. “Mr. Cantumkan Aku untuk Jam Terbang Lebih Lama ini mendapatkan promosi kecil hari ini. Dia memecahkan rekor perusahaan.”

Aku menatap Miles, yang menggeleng-geleng pada Corbin. Aku tahu Miles malu karena Corbin baru memamerkan pencapaiannya, tapi kerendahan hati Miles menjadi hal berikutnya yang kuanggap menarik darinya. Aku punya firasat jika teman mereka, Dillon, yang naik jabatan menjadi pilot, laki-laki itu pasti naik ke bar di suatu tempat, dan mengumumkan pencapaiannya ke seluruh dunia dengan toa.

“Aku tidak sehebat itu,” kata Miles. “Maskapai ini maskapai regional. Tidak banyak orang yang bisa dipromosikan.”

Ian menggeleng-geleng. “Aku tidak dipromosikan. Corbin tidak dipromosikan. Dillon juga tidak dipromosikan. Masa kerjamu di maskapai ini setahun lebih singkat daripada kami, apalagi usiamu baru 24 tahun.” Dia berbalik dan berjalan mundur

sehingga posisinya menghadap kami bertiga. “Sesekali buang kerendahan hatimu, man. Sesekali pamerkan kelebihanmu. Kami pasti pamer jika posisi kita dibalik.”

Aku tidak tahu sudah berapa lama mereka berteman, tapi aku menyukai Ian. Aku yakin hubungannya dan Miles dekat, karena Ian kelihatan tulus bangga pada pencapaian Miles, dan tidak iri sedikit pun. Aku suka mereka menjadi temen-teman Corbin. Aku bahagia untuk Corbin karena memiliki pendukung seperti ini. Sejak dulu aku membayangkan Corbin tinggal di kota ini dan bekerja terlalu keras, selalu menghabiskan waktu sendirian dan jauh dari rumah. Meskipun begitu, aku tidak tahu mengapa aku memiliki gambaran seperti itu. Ayah kami pilot, dan punya cukup waktu berada di rumah, jadi tak seharusnya aku salah pengertian tentang kehidupan Corbin sebagai pilot, Kurasa bukan hanya Corbin yang menyimpan kekhawatiran tidak perlu pada saudaranya.

Kami pun tiba di restoran. Corbin menahan pintu untuk kami. Ian masuk lebih dulu. Miles mundur, mempersilakan aku masuk sebelum dia.

“Aku ke kamar mandi dulu,” kata Ian. “Nanti aku mencari kalian.”

Corbin berjalan ke stan penerima tamu, Miles dan aku mengekor. Aku mencuri pandang ke arah Miles. “Selamat, Kapten.”

Aku mengatakannya dengan berbisik, entah mengapa. Bukan berarti Corbin akan menaruh curiga jika dia mendengar ucapan selamatku kepada Miles. Aku merasa, jika kusampaikan dengan nada yang hanya bisa didengar Miles, ucapanku akan mengandung lebih banyak makna.

 

Miles mengalihkan tatapan padaku dan tersenyum, setelah itu menatap sekilas pada Corbin. Ketika melihat Corbin masih memunggungi kami, dia mendekatkan wajah dan mendaratkan kecupan singkat di sisi kepalaku.

Aku seharusnya malu pada kelemahanku. Seorang laki-laki seharusnya tidak diizinkan membuatku mengalami perasaan seperti yang diakibatkan ciuman curi-curi itu. Aku tiba-tiba merasa seperti melayang, tenggelam, atau terbang intinya, kondisi yang tidak membutuhkan kakiku sebagai penopang, karena kaki ku menjadi tidak berguna.

“Terima kasih,” bisik Miles, yang masih menyunggingkan senyum menawan tapi tetap kelihatan rendah hati. Dia menyenggol bahuku dengan bahunya kemudian memandang kakinya. “Kau kelihatan cantik, Tate.”

Aku ingin menempelkan empat kata itu di papan iklan raksasa dan mensyaratkan diriku melewati papan itu setiap kali aku menyetir ke tempat kerja. Aku takkan pernah lagi mengambil cuti kerja.

Meskipun aku ingin percaya pujian Miles tulus, aku mengernyit saat memandang seragam rumah sakit yang sudah kupakai selama dua belas jam berturut-turut itu. “Aku hanya mengenakan pakaian Minnie Mouse.”

Miles kembali mendekatkan tubuh padaku hingga bahu kami bersentuhan. “Sejak dulu aku sedikit naksir pada Minnie Mouse,” katanya pelan.

Corbin berbalik, jadi aku cepat-cepat melenyapkan seringai di wajahku. “Bilik atau meja?”………(Bersambung)

Penutup

Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 17.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Posting Komentar untuk "Bab 17 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta"