Bab 21.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 21.2
Bab 21.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta |
Akhirnya Miles melepasku dan menekan tombol untuk mengantar
kami ke lantai dasar. Aku belum berbicara sepatah kata pun, karena aku tidak
yakin kata-kata apa yang harus kugunakan
dalam situasi ini. Ketika pintu lift terbuka, Miles meraih
tanganku dan menggenggamnya sepanjang perjalanan ke mobilnya. Dia membukakan
pintu untukku dan menungguku masuk, setelah itu menutup pintu dan berjalan
mengitar ke sisi pengemudi.
Aku belum pernah naik mobil Miles.
Aku heran melihat kesederhanaan mobil Miles. Aku tahu Corbin
mengeluarkan uang lumayan besar dan suka membelanjakan uang untuk barang-barang
bagus.
Mobil ini jauh lebih sederhana daripada yang bisa ditampilkan,
sama seperti Miles.
Miles mengeluarkan mobil dari garasi parkir, kami menempuh
perjalanan dengan membisu sepanjang beberapa kilometer. Aku lelah menghadapi
kebisuan ini dan rasa penasaranku, jadi hal pertama yang kukatakan pada Miles
sejak dia membuatku hancur adalah, “Kita mau ke mana?”
Suaraku seolah membuat semua kecanggungan di antara kami
pecah berkeping-keping, karena Miles mengembuskan napas seolah lega mendengar
pertanyaan itu.
“Bandara,” sahutnya. “Tapi bukan untuk bekerja. Sesekali aku
ke bandara untuk menyaksikan pesawat lepas landas.”
Miles mengulurkan tangan ke seberang tuas dan menggenggam
tanganku. Genggaman itu menenteramkan sekaligus menakutkan. Tangannya hangat,
membuatku ingin tangan itu memeluk tubuhku, tapi aku ketakutan ketika menyadari
betapa besar keinginanku.
Suasana kembali sunyi hingga kami tiba di bandara. Sebuah
rambu mengatakan itu area terlarang, tapi Miles melewati rambu itu seolah tahu
persis tujuannya. Kami akhirnya berhenti di parkiran yang menyuguhkan
pemandangan ke landasan pacu.
Beberapa pesawat berbaris di sana, menunggu jadwal terbang.
Miles menunjuk ke kiri, aku menoleh bersamaan dengan satu pesawat mulai
menambah kecepatan. Mobil Miles dipenuhi deruman mesin pesawat yang semakin
lama semakin keras ketika melewati kami. Kami memperhatikan pesawat itu mulai
naik, hingga roda pendaratan masuk ke badan pesawat dan pesawat hilang ditelan
malam.
“Kau sering kemari?” tanyaku sambil kami menatap ke luar
jendelaku.
Miles tertawa, tawanya begitu wajar sehingga aku menoleh
padanya.
“Tadi itu terdengar seperti kalimat pembuka percakapan,”
kata Miles sambil tersenyum.
Senyum Miles membuatku tersenyum. Tatapannya turun ke
bibirku, dan senyumku membuat senyum Miles sirna.
“Yeah, aku sering kemari,” sahut Miles sambil menoleh ke
jendelanya untuk menonton pesawat berikutnya bersiap lepas landas.
Saat inilah aku sadar keadaan di antara kami tidak lagi
sama. Sesuatu yang besar sudah berubah, dan aku tidak tahu apakah itu baik atau
buruk. Miles membawaku kemari semata karena dia ingin bicara.
Aku hanya tidak tahu apa yang ingin dia bicarakan.
“Miles,” panggilku, aku ingin dia menatapku lagi. Dia tidak
menoleh.
“Ini tidak menyenangkan,” kata Miles pelan. “Yang kita lakukan
ini.”
Aku tidak menyukai kalimat itu. Aku ingin Miles menarik
kembali kata-katanya, karena aku merasa kata-kata itu seperti mengirisku.
Tetapi, Miles benar. “Aku tahu,” kataku.
“Jika kita tidak berhenti sekarang, keadaan akan bertambah
tidak menyenangkan.”
Kali ini aku tidak menyetujui kata-kata Miles dengan ucapan.
Aku tahu Miles benar, tapi aku tidak ingin berhenti. Pemikiran takkan lagi
bersama Miles membuat perutku terasa hampa.
“Apa yang sudah kulakukan hingga kau semarah ini?”
Miles langsung mengalihkan tatapan padaku, dan aku tidak
mengenali tatapannya karena emosi dingin yang terbentuk di balik matanya. “Aku
masalahnya, Tate,” sahut Miles tegas. “Jangan pernah sedetik pun berpikir semua
sikapku selama ini karena sesuatu yang kaulakukan atau tidak kaulakukan.”
Aku merasakan secuil kelegaan mendengar jawaban Miles, tapi
aku tetap belum mengerti apa yang terjadi padanya. Tatapan kami masih saling
mengunci, saling menunggu yang lain mengisi kesunyian yang kembali tercipta.
Aku tidak tahu penderitaan seperti apa yang dialami Miles
pada masa lalu, tapi pasti sangat berat sampai dia belum mampu melanjutkan
hidup setelah enam tahun.
“Kau bersikap seolah kita saling menyukai hal buruk.”
“Mungkin begitu,” sahut Miles.
Aku sepertinya ingin Miles berhenti bicara sekarang juga,
karena semua yang dia katakan membuat hatiku semakin pedih………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan
ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab
selanjut nya yaitu Bab 21.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 21.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "