Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 27 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.

Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.

Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta, Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini.

Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 27

Bab 27 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta 

DUA PULUH TUJUH

 

                                                        TATE

Aku mengenyakkan tubuh ke kursi di sebelah Cap, masih memakai seragam rumah sakit lengkap. Setelah pulang kerja, aku langsung belajar dua jam berturut-turut. Sekarang pukul 22.00 lewat, dan aku belum makan malam, itu sebabnya aku duduk di sebelah Cap sekarang, karena dia semakin mengenal kebiasaanku dan sudah memesan piza untuk kami berdua.

Aku menyerahkan sepotong piza pada Cap, lalu mengambil sepotong untuk diri sendiri, setelah itu menutup kotak dan meletakkannya di lantai di depanku. Aku menyuapkan sepotong besar piza ke mulut, sementara Cap menurunkan tatapan ke piza di tangannya.

“Sungguh menyedihkan mengetahui piza yang kaupesan tiba lebih cepat daripada polisi,” kata Cap. “Aku memesan piza ini baru sepuluh menit lalu.” Dia menggigit piza dan memejamkan mata seolah itu makanan paling lezat yang pernah dicicipinya.

Kami menghabiskan piza masing-masing, lalu aku mengambil sepotong lagi. Cap menggeleng ketika aku menawarkan potongan kedua, jadi aku meletakkannya kembali di kotak.

“Nah?” tanya Cap. “Ada kemajuan antara bocah itu dan temannya?”

Aku tertawa karena Cap terus saja menyebut Miles bocah itu. Aku mengangguk dan menjawab dengan mulut penuh. “Kurang- lebih,” sahutku. “Mereka melewatkan malam menonton pertandingan bareng dengan sukses, tapi kurasa malam itu berjalan lancar hanya karena Miles berpura-pura aku tidak di sana. Aku tahu Miles hanya ingin menghormati Corbin, tapi sikapnya membuatku merasa agak seperti tidak berarti selama proses mereka berbaikan, mengerti kan?”

Cap mengangguk seolah dia benar-benar mengerti. Aku tidak yakin dia mengerti, tapi aku suka karena dia selalu menyimak penuh perhatian. “Miles mengirim SMS padaku selama dia duduk di sebelah Corbin di ruang tamu, jadi kurasa aku bisa mengerti. Tapi ada minggu-minggu seperti ini ketika sikap Miles tidak sama, dan aku seperti tidak ada baginya. Tidak ada SMS. Tidak telepon. Aku cukup yakin Miles hanya memikirkanku ketika aku berada dalam jarak sepuluh langkah darinya.”

Cap menggeleng-geleng. “Aku meragukan itu. Aku yakin bocah itu memikirkanmu lebih sering daripada yang dia izinkan terlihat.”

Aku ingin sekali percaya kata-kata Cap benar, sayang aku tidak terlalu yakin.

“Tapi jika itu tidak benar,” lanjut Cap, “kau tidak boleh marah padanya karena itu. Itu bukan bagian dari kesepakatan, kan?” Aku memutar bola mata. Aku tidak suka Cap selalu mengingatkanku bahwa bukan Miles yang melanggar aturan atau kesepakatan antara kami. Akulah yang bermasalah dalam kesepakatan di kami, dan tidak ada orang lain yang bersalah selain aku. “Bagaimana aku bisa sampai terjerumus kerumitan seperti ini sih?” tanyaku tanpa meminta jawaban. Aku tahu bagaimana awal aku terjerumus kerumitan ini. Aku juga tahu bagaimana cara keluar dari masalah ini... aku hanya tidak ingin.

“Kau pernah dengar kalimat, ’Jika kehidupan menendang- mu...’?”

“Tendang balik kehidupan itu,” aku menuntaskan kalimatnya.

Cap menatapku dan menggeleng. “Sekarang bukan seperti itu lagi,” katanya. “Jika kehidupan menendangmu, pastikan kau tahu siapa yang kauinginkan untuk merasakan akibatnya.”

Aku tertawa, mengambil piza lagi, sambil dalam hati bertanya bagaimana aku bisa sampai memiliki sahabat manula berusia delapan puluh tahun.

 

 

Telepon rumah Corbin tidak pernah berdering. Terutama setelah tengah malam. Aku menyibak selimut dan menyambar blus, lalu………(Bersambung)

Penutup

Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 27.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Posting Komentar untuk "Bab 27 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "