Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.

Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.

Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta, Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini.

Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 3

Bab 3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta 

TIGA

 

                          TATE

Biasanya, jika aku terbangun, membuka mata, dan melihat ada laki-laki menatapku sengit dari pintu kamar, aku mungkin bakal menjerit. Aku bahkan bisa saja melemparkan barang-barang. Aku mungkin akan berlari ke kamar mandi dan mengunci diri di sana, Tapi aku tidak melakukan satu pun hal itu.

Aku hanya balas menatap, lantaran bingung bagaimana mungkin laki-laki ini sama dengan laki-laki mabuk yang kemarin pingsan di lorong apartemen. Bagaimana mungkin ini laki-laki yang menangis hingga tertidur kemarin malam.

Pemuda ini membuatku gentar. Sebab dia tampak marah. Dia mengawasiku seolah aku harus menyampaikan permintaan maaf atau penjelasan padanya. Tapi, dia jelas orang yang sama, karena jins dan kaus hitam yang dipakainya sama dengan yang dipakainya ketika tertidur kemarin malam. Satu-satunya yang berbeda dari penampilannya semalam dan pagi ini yaitu sekarang dia bisa berdiri tanpa dibantu.

“Apa yang terjadi dengan tanganku, Tate?”

Dia tahu namaku. Apakah dia tahu namaku karena Corbin memberitahunya bahwa aku akan pindah kemari, atau karena dia ingat aku sudah memberitahunya kemarin malam? Aku berharap karena Corbin yang memberitahu, karena aku sungguh tidak ingin dia ingat soal semalam. Aku tiba-tiba malu, jangan-jangan dia ingat aku menenangkannya ketika dia menangis hingga tertidur.

Tapi, rupanya Miles tak ingat sedikit pun tentang apa yang terjadi pada tangannya, jadi kuharap dia juga tidak ingat sedikit pun kejadian setelah itu.

Miles bersandar di pintu kamarku sambil bersedekap. Sikapnya defensif, seolah akulah yang bertanggung jawab atas kejadian buruk yang dialaminya semalam. Aku berguling, masih belum puas tidur walau Miles mengira aku berutang penjelasan padanya. Aku menarik selimut hingga menutupi kepala.

“Kunci pintu depan setelah kau keluar,” kataku, berharap Miles memahami isyarat halusku bahwa dia dipersilakan pulang ke tempatnya sekarang.

“Di mana ponselku?”

Aku memejamkan mata rapat-rapat dan mencoba menenggelamkan suara lembutnya yang menyusup ke telingaku dan menjalar ke setiap saraf di tubuhku, menghangatkan bagian-bagian tubuhku yang sepanjang malam gagal dihangatkan selimut tipis ini.

Aku mengingatkan diri bahwa pemilik suara menggairahkan itu sekarang berdiri di pintu, dengan kasar menuntut ini-itu tanpa menyadari bahwa aku menolongnya kemarin malam. Aku ingin tahu di mana ucapan Terima kasih yang menjadi hakku. Atau ucapan, Hei, aku Miles. Senang berkenalan denganmu.

Aku tidak mendapatkan satu pun itu dari laki-laki ini. Dia terlalu mencemaskan tangannya. Dan ternyata juga ponselnya. Dia terlalu mengkhawatirkan diri sendiri untuk peduli berapa banyak orang yang merasakan ketidaknyamanan akibat kecerobohannya semalam. Jika laki-laki ini dan tingkahnya itu akan menjadi tetanggaku selama beberapa bulan ke depan, sebaiknya mulai sekarang aku bersikap blakblakan saja padanya.

Aku melempar selimut dan berdiri, lalu berjalan ke pintu dan membalas tatapan Miles. “Tolong mundur selangkah.”

Yang mengejutkan, Miles menurut. Kami terus bertatapan sampai pintu terbanting di depan wajahnya dan aku menatap bagian belakang pintu. Aku tersenyum, lalu kembali ke ranjang. Aku berbaring dan menarik selimut hingga menutupi kepala.

Aku menang, Apa aku sudah bilang aku bukan tipe orang yang suka bangun pagi? Pintu kamarku terbuka lagi, Terpentang lebar malah.

“Kau ini kenapa?” tukas Miles.

Aku mengerang, lalu duduk di ranjang dan menatapnya. Dia berdiri di ambang pintu lagi, masih menatapku seolah aku berutang sesuatu padanya.

“Kau!” balasku.

Keterkejutan Miles kelihatan tidak dibuat-buat ketika menyaksikan responsku yang kasar, dan itu sedikit membuatku merasa jahat, tapi dia kan yang berengsek!

Menurutku, Dia yang memulai,Menurutku.

Dia menatapku tajam sejenak, lalu sedikit menunduk ke depan sambil melengkungkan satu alis.

“Apa kita...” Miles menggerakkan telunjuk bolak-balik padaku dan pada dirinya sendiri.

“Apakah kita tidur bersama semalam? Apakah karena itu kau marah-marah?”

Aku tertawa ketika dugaan awalku terbukti, Dia yang berengsek.

Oh, hebat. Aku bertetangga dengan laki-laki yang mabuk berat pada hari kerja dan membawa pulang begitu banyak perempuan sampai-sampai dia sendiri bahkan tak ingat berbuat apa dengan perempuan yang mana.

Aku membuka bibir untuk menjawab tapi batal begitu mendengar bunyi pintu apartemen ditutup dan seruan Corbin.

“Tate?”

Aku langsung melompat dan berlari ke pintu, tapi Miles masih berdiri menghalangi sambil menatapku galak, menanti jawabanku. Aku menatapnya lurus-lurus untuk memberikan jawaban yang dia inginkan, tapi matanya membuatku goyah sesaat. Miles memiliki mata biru paling jernih yang pernah kulihat.

Matanya tidak lagi merah dan sayu seperti kemarin malam, birunya begitu muda sehingga hampir seperti tak berwarna. Aku terus memandangi mata itu, setengah berharap akan melihat ombak jika kutatap dari jarak cukup dekat. Aku ingin mengatakan mata Miles sebiru laut di Kepulauan Karibia, tapi aku belum pernah ke Karibia, jadi aku tidak bisa memastikannya juga.

Miles mengerjap. Kerjapannya menyeretku menjauh dari Karibia dan kembali ke San Fransisco. Kembali ke kamar tidurku. Kembali ke pertanyaan terakhir yang diajukan Miles sebelum Corbin memasuki pintu depan.

“Aku tidak yakin yang kita lakukan semalam bisa disebut tidur bersama,” bisikku.

Aku menatap Miles tajam, menunggunya menyingkir dari jalanku.

Miles berdiri semakin tegak, memasang tembok pertahanan tak kasatmata dengan sikap dan bahasa tubuh yang kaku.

Rupanya dia tidak menyukai bayangan kami bermesraan, jika menilai dari tatapan kerasnya yang tak mau beralih dariku. Dia hampir seperti menatapku dengan jijik, dan itu membuatku semakin tak suka padanya.

Aku tidak sudi mengalah, dan tak seorang pun dari kami bersedia memutus kontak mata ketika dia menepi dan membiarkanku lewat. Corbin muncul di lorong ketika aku keluar kamar. Dia menatap aku dan Miles bergantian, jadi aku cepat-cepat…….(Bersambung)

Penutup

Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 3.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Posting Komentar untuk "Bab 3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "