Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 3.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.

Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.

Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta, Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak bersama novel berikut ini.

Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 3.1

Bab 3.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta 

Rupanya dia tidak menyukai bayangan kami bermesraan, jika menilai dari tatapan kerasnya yang tak mau beralih dariku. Dia hampir seperti menatapku dengan jijik, dan itu membuatku se- makin tak suka padanya.

Aku tidak sudi mengalah, dan tak seorang pun dari kami bersedia memutus kontak mata ketika dia menepi dan membiar- kanku lewat. Corbin muncul di lorong ketika aku keluar kamar. Dia menatapku dan Miles bergantian, jadi aku cepat-cepat memberi Corbin tatapan tajam untuk memberitahunya bahwa apa yang dia pikirkan sungguh tidak mungkin.

“Hei, sis,” sapanya, sambil menarikku ke dalam pelukan. Kami sudah enam bulan tak bertemu. Kadang-kadang, mudah untuk melupakan betapa kita merindukan seseorang sampai kita bertemu orang itu lagi. Tetapi, bukan itu yang kurasakan dengan Corbin. Aku selalu merindukannya. Meskipun sesekali sikap protektifnya bisa mengesalkan, itu juga menjadi bukti kedekatan kami.

Corbin melepas pelukannya dan menarik seberkas rambutku. “Rambutmu lebih panjang,” katanya. “Aku suka.”

Ini mungkin periode paling lama kami tidak bertemu satu sama lain. Aku mengangkat tangan dan menjentik rambut yang menjuntai di dahi Corbin. “Rambutmu juga,” balasku. “Dan aku tidak suka.”

Aku tersenyum untuk memberitahu Corbin bahwa aku hanya bercanda. Aku menyukai penampilannya yang berantakan. Orang sering mengatakan kami sangat mirip, tapi aku tidak melihat itu. Warna kulit Corbin jauh lebih gelap daripada kulitku, dan sejak dulu itu membuatku iri. Warna rambut kami sama, cokelat gelap, tapi ciri wajah kami tak sedikit pun mirip, khususnya mata. Mom pernah bilang, jika Corbin dan aku meletakkan mata kami bersebelahan, mata kami itu akan kelihatan seperti pohon. Mata Corbin sehijau dedaunan, sementara mataku secokelat batangnya.

Sejak dulu aku iri pada Corbin karena dia menjadi daun, sebab hijau warna kesukaanku saat aku beranjak dewasa.

 Corbin menyapa Miles dengan anggukan. “Hei, man. Malam buruk?” Dia bertanya sambil tertawa, seolah tahu persis malam seperti apa yang baru dilalui Miles.

Miles berjalan melewati kami berdua. “Entahlah,” sahutnya. “Aku tidak ingat.” Dia memasuki dapur dan membuka lemari, mengambil cangkir seolah ini rumahnya sendiri dan tampak cukup nyaman melakukannya.

Aku tidak suka itu.

Aku tidak suka Miles merasa nyaman di sini.

Miles-yang-merasa-nyaman-di-sini, membuka lemari lain dan mengambil sebotol aspirin, mengisi cangkirnya dengan air, lalu melemparkan dua butir aspirin ke mulut.

“Kau sudah mengangkat semua barangmu ke atas?” tanya Corbin padaku.

“Belum,” jawabku, menatap Miles sekilas. “Hampir sepanjang malam aku agak sibuk mengurus tetanggamu.”

Miles berdeham dengan gugup ketika mencuci cangkir dan menyimpannya kembali di lemari. Sikapnya yang resah karena hilang ingatan tentang kemarin malam membuatku tertawa. Aku senang karena laki-laki itu tidak punya bayangan sedikit pun tentang kejadian semalam. Aku bahkan senang bagaimana pemi- kiran kami menghabiskan malam bersama membuatnya gelisah. Aku mungkin akan meneruskan sikap menyebalkan ini selama beberapa waktu demi kesenanganku yang memuakkan.

Corbin menatapku seolah tahu rencanaku. Miles meninggalkan dapur sambil memandangku sekilas, setelah itu kembali memandang Corbin.

“Aku sudah berniat kembali ke tempatku, tapi tidak bisa menemukan kuncinya. Kau menyimpan kunci cadanganku?”

Corbin mengangguk dan menuju laci dapur. Dia membuka laci, mengambil kunci, dan melemparkannya pada Miles, yang berhasil menangkapnya ketika kunci masih di udara.

 “Apa kau bisa datang sejam lagi dan membantuku mengambil barang- barang Tate di mobilnya? Aku mau mandi dulu.”

Miles mengangguk, tapi matanya sempat memandangku sing-kat ketika Corbin berjalan ke kamarnya.

“Kita akan bertemu lagi ketika hari tidak terlalu pagi,” kata Corbin padaku.

Mungkin sudah tujuh tahun berlalu sejak kami tinggal serumah, tapi ternyata Corbin masih ingat aku enggan bicara pada pagi hari. Sayang sekali Miles tidak tahu sifatku ini.

Setelah Corbin menghilang ke kamar, aku berbalik menghadap Miles lagi. Dia sudah menatapku penuh harap, seakan masih menungguku menjawab pertanyaan apa pun yang diajukannya sesaat lalu. Aku hanya ingin Miles segera angkat kaki, jadi kujawab semua pertanyaannya sekaligus.

“Kau pingsan di lorong apartemen semalam saat aku tiba. Aku tidak tahu siapa kau, jadi ketika kau berusaha masuk apartemen, sepertinya aku membanting pintu hingga tanganmu kena. Tanganmu tidak patah. Aku sudah memeriksanya. Paling parah hanya memar. Kompres saja dengan es, lalu bungkus selama beberapa jam. Dan, tidak, kita tidak tidur bersama. Aku membantumu masuk apartemen, setelah itu aku tidur. Ponselmu di lantai dekat pintu depan, kau menjatuhkannya semalam karena terlalu mabuk untuk berjalan.”

Aku berbalik untuk kembali ke kamarku, hanya untuk menjauh dari tatapannya yang terlalu lekat, Aku berbalik dengan cepat setelah tiba di pintu kamar.

“Saat kau datang sejam lagi dan aku sudah bangun, kita bisa mencobanya lagi.”

Rahang Miles menegang. “Mencoba apa?” tanyanya. “Berkenalan dengan cara yang lebih baik.”

Aku menutup pintu, memasang tembok antara aku dan suara itu.

Tatapan itu.

“Ada berapa banyak kardusmu?” tanya Corbin sambil memasukkan kaki ke sepatu di dekat pintu. Aku mengambil kunci mobilku dari meja konter.

“Enam, ditambah tiga koper dan pakaian di gantungan.”

Corbin berjalan ke pintu tepat di seberang lorong dan menggedornya, setelah itu berbalik dan berjalan ke lift. Dia menekan tombol turun.

“Kau sudah memberitahu Mom kau tiba dengan selamat?”

“Yeah, aku mengabari melalui SMS kemarin malam.”

Aku mendengar pintu apartemen terbuka bersamaan dengan lift, tapi tidak menoleh untuk melihat orang itu keluar dari pintu. Aku masuk lift, sementara Corbin menahan pintunya untuk menunggu Miles.

Begitu Miles muncul di depan mata, aku kalah perang……..(Bersambung)

Penutup

Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 3,2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Posting Komentar untuk "Bab 3.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "