Bab 4 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang
bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini,
novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan
merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 4
EMPAT
MILES
Enam tahun sebelumnya
Dad: “Kau di mana?”
Aku: “Rumah Ian.”
Dad: “Kita perlu bicara.”
Aku: “Bisakah menunggu besok? Aku pasti pulang agak malam.”
Dad: “Tidak. Aku ingin kau pulang sekarang juga. Aku sudah
menunggumu sejak jam sekolah bubar.”
Aku: “Baiklah. Aku pulang.”
Percakapan itu yang menggiring kami pada momen ini. Aku
duduk di sofa di depan ayahku. Ayahku memberitahuku sesuatu yang aku tidak
ambil pusing mendengarnya.
“Aku seharusnya memberitahumu lebih cepat, Miles. Aku
hanya...”
“Merasa bersalah?” aku menyela. “Seolah kau melakukan
perbuatan salah?”
Tatapan kami bertemu, dan aku mulai merasa jahat karena
berkata seperti itu, tapi kutekan perasaan itu dan melanjutkan.
“Dia meninggal belum setahun.”
Begitu kata-kata itu terucap dari bibirku, aku ingin muntah.
Dad tidak suka tindakannya dikecam, terutama olehku. Dad terbiasa keputusannya
didukung olehku. Berengsek, aku memang sering mendukung keputusannya. Dan
hingga detik ini, aku selalu berpikir keputusannya baik.
“Dengar, aku tahu sulit bagimu menerima ini, tapi aku
membutuhkan dukunganmu. Kau tidak tahu betapa sulit bagiku melanjutkan hidup
sejak dia meninggal.”
“Sulit?” Aku berdiri.
Aku meninggikan suara, Aku bersikap seolah aku peduli karena
alasan tertentu. Padahal sebenarnya tidak. Aku tidak ambil pusing ayahku mulai
berkencan lagi. Silakan dia berkencan dengan perempuan mana pun yang dia
inginkan. Silakan dia tidur dengan perempuan mana pun yang dia inginkan.
Menurutku, satu-satunya alasanku bereaksi seperti ini karena ibuku tidak bisa
melakukannya. Tentunya sulit mempertahankan pernikahanmu jika kau sudah
meninggal. Karena itu aku melakukannya demi ibuku.
“Jelas itu tidak kelihatan terlalu sulit bagimu, Dad.” Aku
berjalan ke ujung ruang tamu yang berseberangan. Lalu kembali ke tempat semula.
Rumah ini terlalu kecil untuk menampung semua rasa frustrasi
dan kekecewaanku. Aku kembali menatap ayahku, dan menyadari kekecewaanku
terutama bukan karena Dad mulai berkencan dengan perempu- an lain, yang kubenci
adalah tatapan Dad yang berubah ketika membicarakan perempuan itu. Aku tidak
pernah melihat Dad menatap ibuku seperti itu, jadi, siapa pun wanita itu, aku
tahu hubungan mereka bukan hubungan biasa. Perempuan itu akan menyusup ke dalam
kehidupan kami, membelit, menembus, dan menyelip di antara hubunganku dan
ayahku seperti tanaman menjalar beracun. Nanti yang ada bukan hanya ayahku dan
aku, melainkan aku, ayahku, dan Lisa. Rasanya tidak benar, mengingat kehadiran
ibuku masih terasa di setiap penjuru rumah ini.
Dad duduk sambil melipat tangan di depan tubuh, jemarinya
bertaut. Tatapannya tertuju ke lantai.
“Aku tidak tahu apakah hubungan ini akan berkembang, tapi
aku ingin membuka kesempatan. Lisa membuatku bahagia. Kadang-kadang melanjutkan
hidup adalah….. satu-satunya cara kita melanjutkan hidup.”
Aku membuka bibir untuk menanggapi, tapi kata-kataku disela
bel pintu. Dad menaikkan tatapan padaku, kemudian bangkit dengan ragu-ragu. Dia
kelihatan lebih kecil. Dan kegagahan- nya berkurang.
“Aku tidak memintamu untuk menyukainya. Aku tidak memintamu
meluangkan waktu bersamanya. Aku hanya ingin kau bersikap baik padanya.” Dad
memandangku dengan tatapan memohon, membuatku merasa bersalah karena
menyampaikan penolakan secara keras.
Aku mengangguk. “Ya, Dad. Kau tahu aku akan melakukannya.”
Dad memelukku, dan rasanya menyenangkan sekaligus tidak
menyenangkan. Rasanya seperti bukan memeluk laki-laki yang kusanjung selama
tujuh belas tahun ini, melainkan hanya seperti memeluk teman sebaya.
Ayahku memintaku membukakan pintu sementara dia kembali ke
dapur untuk menyiapkan makan malam, jadi aku menurutinya. Aku memejamkan mata
dan memberitahu Mom bahwa aku akan bersikap baik pada Lisa, tapi bagiku
perempuan itu selalu menjadi Lisa, apa pun yang terjadi antara dia dan Dad.
Lalu membuka pintu.
“Miles?”
Aku menatap wajah Lisa, yang seratus persen bertolak
belakang dengan wajah ibuku. Dan itu membuatku lega. Lisa jauh lebih pendek
daripada ibuku. Wajahnya juga tidak secantik ibuku. Tak ada apa pun dalam
dirinya yang bisa dibandingkan dengan ibuku, jadi aku tidak berusaha
membandingkan mereka. Aku menerima Lisa apa adanya, sebagai tamu yang makan
malam di rumah kami.
Aku mengangguk dan melebarkan pintu untuk mempersilakan Lisa
masuk.
“Kau pasti Lisa, Senang bertemu denganmu.” Aku menunjuk ke
belakangku. “Ayahku di dapur.”
Lisa memajukan tubuh dan memelukku pelukan yang sukses
membuatku canggung sehingga aku baru membalas pelukannya beberapa detik
kemudian.
Tatapanku bertemu tatapan gadis yang berdiri di belakang
Lisa. Tatapan gadis yang berdiri di belakang Lisa bertemu dengan tatapanku.
“Miles?” panggilnya dalam bisikan parau.
Suara Rachel agak mirip suara ibunya, hanya saja lebih
sendu. Lisa menatap kami bergantian.
“Kalian saling mengenal?” Rachel tidak mengangguk.
Aku juga tidak.
Kekecewaan kami meleleh ke lantai dan bergabung menjadi
genangan air mata yang terlalu cepat menetes di kaki kami.
“Dia, hmm... dia...”
Rachel terbata-bata, jadi aku membantu menyelesaikan kata-
kata itu untuknya.
“Aku dan Rachel satu
sekolah,” kataku cepat- cepat.
Aku menyesal mengatakan itu, karena sebenarnya ini yang
ingin kukatakan, Rachel adalah gadis berikutnya yang akan membuatku jatuh
cinta. Tapi, aku tidak bisa mengatakan itu, karena apa yang pasti terjadi sudah
jelas terlihat. Rachel bukan gadis berikutnya yang akan membuatku jatuh cinta,
karena Rachel gadis yang kemungkinan besar akan menjadi saudara tiriku.
Untuk kedua kalinya malam ini, aku ingin muntah,
Lisa tersenyum dan menautkan jemari. “Bagus sekali,”
katanya. “Aku sungguh lega.”
Ayahku memasuki ruang tamu. Dia memeluk Lisa, menyapa
Rachel, dan berkata senang bertemu lagi dengannya. Ayahku sudah mengenal
Rachel. Rachel sudah mengenal ayahku, Ayahku kekasih baru Lisa, Ayahku sering
berkunjung ke Phoenix, Ayahku sangat sering berkunjung ke Phoenix sebelum ibuku
meninggal, Ayahku bajingan.
“Rachel dan Miles ternyata saling kenal,” Lisa memberitahu
ayahku.
Dad tersenyum, kelegaan membasuh wajahnya. “Bagus. Bagus,”
katanya, mengulangi kata itu dua kali seolah itu bisa membuat keadaan menjadi
lebih baik.
Tidak.
Buruk. Buruk.
“Makan malamnya tidak akan terlalu canggung,” katanya sambil
tertawa.
Aku kembali menatap Rachel, Rachel juga menatapku.
Aku tidak boleh jatuh cinta padamu, Rachel.
Tatapan Rachel
terlihat pedih. Pikiranku lebih pedih lagi.
Kau juga tidak boleh jatuh cinta padaku.
Rachel masuk dengan berjalan lambat-lambat, menghindari
tatapanku dengan memandangi setiap ayunan kakinya. Itu langkah paling sedih
yang pernah kulihat.
Aku menutup pintu.
Dan ini pintu paling sedih yang pernah kututup.………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 5 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 4 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "