Bab 5 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang
bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini,
novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan
merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 5
Bab 5 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta |
LIMA
TATE
“Apa kau libur saat Thanksgiving?” tanya ibuku.
Aku memindahkan ponsel ke telinga sebelah dan menarik kunci
apartemen dari tas. “Yeah, tapi Natal tidak. Sementara ini aku hanya bekerja
pada akhir pekan.”
“Bagus. Beritahu Corbin kami belum mati jika dia merasakan
desakan ingin menelepon kami.” Aku tertawa. “Akan kusampaikan. Aku sayang Mom.”
Aku memutus percakapan dan menyimpan ponsel ke saku seragam
rumah sakit. Pekerjaanku memang hanya paruh waktu, tapi ini permulaan yang baik
di industri ini. Ini malam terakhirku mengikuti pelatihan sebelum aku mulai
mengikuti rotasi akhir pekan besok malam.
Sejauh ini aku menyukai pekerjaanku, dan jujur saja, aku
terkejut berhasil mendapatkannya setelah melewati wawancara pertama. Jadwalnya
juga tidak bentrok dengan jadwal kuliahku. Aku masuk kampus setiap hari, antara
praktik kerja dan mengikuti perkuliahan, setelah itu masuk sif kedua di rumah
sakit pada akhir pekan. Hingga saat ini, pergantian jadwalku berlangsung tanpa
hambatan.
Aku juga menyukai San Fransisco. Aku tahu aku baru dua
minggu di sini, tapi bisa kubayangkan diriku menetap di kota ini setelah lulus
musim semi mendatang daripada pulang ke San Diego.
Hubunganku dan Corbin akur, meskipun dia lebih sering tidak
di rumah, jadi aku yakin kerukunan kami erat hubungannya dengan itu.
Aku tersenyum, akhirnya merasa telah menemukan tempat yang
cocok, kemudian membuka pintu apartemen. Senyumku langsung pudar ketika
disambut tiga pasang mata yang hanya dua di antaranya yang kukenal. Miles
berdiri di dapur, sementara bajingan di lift yang sudah menikah itu duduk di
sofa.
Mengapa Miles di sini? Mengapa mereka semua di sini?
Aku menatap tajam Miles sambil menendang sepatuku hingga
lepas dan menjatuhkan tas di konter. Corbin baru pulang dua hari lagi, aku
tidak sabar ingin menikmati hari yang damai dan tenang malam ini supaya bisa
belajar.
“Sekarang Kamis,” kata Miles ketika melihatku cemberut,
seolah dengan menyebut nama hari seharusnya sudah bisa
memberikan penjelasan. Dia memperhatikanku dari tempatnya berdiri di dapur. Dia
bisa melihat bahwa aku tidak senang.
“Benar,” sahutku. “Dan besok Jumat.” Aku berbalik menghadap
dua laki-laki lain yang duduk di sofa Corbin. “Kenapa kalian semua ada di
apartemenku?”
Laki-laki kurus yang berambut pirang langsung berdiri dan
mendatangiku. Dia mengulurkan tangan. “Tate?” tanyanya. “Aku Ian. Aku teman
Miles sejak kecil. Aku temannya teman kakak- mu.” Dia menunjuk laki-laki yang
kutemui di lift, yang masih duduk di sofa. “Itu Dillon.”
Dillon mengangguk padaku, tapi tidak repot-repot bicara.
Yah, tidak perlu. Seringainya yang menjijikkan sudah cukup mengungkapkan isi
pikirannya saat ini.
Miles kembali ke ruang tamu dan menunjuk TV. “Ini acara
rutin kami setiap Kamis jika tidak bertugas, Malam nonton pertandingan.”
Aku tidak peduli itu acara rutin mereka. Aku ada tugas
kuliah.
“Corbin tidak di rumah malam ini. Tidak bisakah kalian
melakukan ini di apartemenmu? Aku harus belajar.”
Miles menyerahkan sebotol bir pada Dillon, setelah itu
kembali menatapku.
“Aku tidak memasang TV berlangganan.” Tentu saja kau tidak
punya.
“Dan istri Dillon tidak mengizinkan kami memakai apartemen
mereka.” Tentu saja istrinya tidak mengizinkan.
Aku memutar bola mata dan berjalan ke kamarku, tanpa sadar
membanting pintu. Aku mengganti seragam rumah sakit dengan celana jins. Aku
menyambar blus yang kupakai tidur kemarin malam dan baru menariknya masuk
melewati kepala ketika terdengar ketukan di pintu. Aku membuka pintu hampir
sedramatis aku membantingnya.
Laki-laki itu begitu jangkung, Aku tidak menyadari seberapa
tinggi Miles, tapi kini saat dia berdiri di ambang pintuku memenuhinya dia
tampak amat sangat tinggi. Kalau dia menarikku dalam pelukan, bisa-bisa
telingaku menempel di dadanya. Kemudian pipinya akan rebah dengan nyaman di
puncak kepalaku.
Jika dia menciumku, aku bakal terpaksa mendongakkan kepala
agar wajah kami bisa berhadapan, tapi itu pasti menyenang-kan, sebab dia bisa
saja memeluk punggung bawahku dan mendorongku ke arahnya sehingga bibir kami
menyatu seperti dua kepingan puzzle. Yah, tapi, bibir kami takkan menyatu
dengan pas, karena bibir kami jelas bukan dua kepingan yang berasal dari satu
puzzle.
Sesuatu yang ganjil melanda dadaku. Seperti ada yang
berkepak-kepak. Aku tidak menyukainya, karena aku mengerti artinya. Itu berarti
tubuhku mulai menyukai Miles.
Aku hanya berharap otakku tidak menyusul menyukainya juga.
Penutup
Posting Komentar untuk "Bab 5 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "