Bab 5.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang
bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini,
novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan
merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 5.1
Bab 5.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta |
Sesuatu yang ganjil melanda dadaku. Seperti ada yang
berkepak-kepak. Aku tidak menyukainya, karena aku mengerti artinya. Itu berarti
tubuhku mulai menyukai Miles.
Aku hanya berharap otakku tidak menyusul menyukainya juga.
“Jika kau butuh suasana tenang, ke apartemenku saja,” kata
Miles
Aku meringis ketika merasakan bagaimana tawaran Miles
membuat perutku seperti dipilin. Tak seharusnya aku girang dengan kemungkinan
berada di apartemen Miles, tapi aku memang girang.
“Kami di sini hingga kira-kira dua jam lagi,” tambahnya. Aku
menangkap penyesalan dalam salah satu kata-katanya.
Kemungkinan dibutuhkan regu pencari untuk menemukan kata
yang mana, yang jelas penyesalan itu terpendam di sana, di balik suara
menggairahkan itu.
Aku mengembuskan napas cepat. Sikapku menyebalkan. Ini bukan
apartemenku. Ini acara mereka, yang jelas-jelas mereka adakan secara teratur;
siapa aku sehingga berpikir bisa pindah kemari dan begitu saja menghentikan
kebiasaan mereka?
“Aku hanya lelah,” kataku pada Miles. “Tidak apa-apa. Maaf
aku bersikap kasar pada teman-temanmu.”
“Teman saja,” Miles meluruskan. “Dillon bukan temanku.”
Aku tidak bertanya apa maksud perkataannya. Miles memandang
sekilas ke ruang tamu, setelah itu kembali memandangku. Dia bersandar di
bingkai pintu, menandakan bahwa kerelaanku mengizinkan mereka memakai apartemen
untuk menonton pertandingan bukan akhir dari percakapan kami. Miles mengalihkan
tatapan ke seragam rumah sakit yang berserakan di kasurku.
“Kau sudah mendapatkan pekerjaan?”
“Yeah,” sahutku, dalam hati penasaran kenapa Miles tahu-
tahu ingin bercakap-cakap. “Perawat terdaftar di IGD.”
Miles mengernyit, entah itu reaksi bingung atau kagum.
“Bukankah kau masih kuliah keperawatan? Kenapa bisa bekerja sebagai perawat
berijazah?”
“Aku mengejar gelar master ilmu keperawatan supaya bisa
bekerja sebagai CRNA. Aku sudah mendapatkan ijazah sebagai perawat terdaftar.”
Ekspresi Miles tetap datar, jadi aku menjelaskan. “Itu
berarti aku diizinkan melakukan anestesi.”
Miles menatapku beberapa detik lagi sebelum berdiri tegak
dan mendorong tubuh dari bingkai pintu. “Bagus untukmu,” katanya.
Tetapi, tidak ada senyum di wajahnya, Kenapa dia tidak
pernah tersenyum? Miles kembali ke ruang tamu. Aku melewati ambang pintu dan
memperhatikannya. Dia duduk di sofa, lalu mencurahkan seluruh perhatian ke TV.
Dillon mencurahkan seluruh perhatiannya padaku, tapi aku
memalingkan wajah dan beranjak ke dapur mencari sesuatu untuk dimakan. Tidak
banyak makanan yang tersedia, mengingat aku tidak memasak sepanjang minggu ini,
jadi aku mengambil semua bahan yang kubutuhkan dari kulkas untuk membuat
sandwich. Ketika aku berbalik, Dillon masih mengawasiku. Tapi kali ini dia
mengawasi tak jauh dari satu langkah, bukannya dari ruang tamu. Dia tersenyum,
lalu maju dan mengulurkan tangan ke dalam kulkas, sehingga jaraknya hanya
beberapa senti dari wajahku.
“Jadi, kau adik Corbin?”
Sepertinya aku sependapat dengan Miles tentang laki-laki
ini, Aku juga tidak suka pada Dillon. Mata Dillon sama sekali tidak seperti
mata Miles. Ketika menatapku, mata Miles menyembunyikan segala hal. Mata Dillon
justru tidak menyembunyikan apa pun, dan saat ini, matanya jelas-jelas
menelanjangiku.
“Ya,” sahutku singkat sambil berjalan mengitari Dillon. Aku
berjalan ke pantry dan membukanya untuk mencari roti. Setelah menemukannya,
kuletakkan roti itu di konter lalu aku mulai membuat sandwich. Aku menyisihkan
roti dan membuat sandwich tambahan untuk kuberikan pada Cap. Bisa dikatakan Cap
membuatku semakin menyukainya selama kurun waktu singkat aku tinggal di sini.
Aku mendapat informasi Cap kadang- kadang bekerja empat belas jam sehari,
semata-mata karena dia tinggal sendirian di gedung ini dan tidak punya kegiatan
lain yang lebih menyenangkan. Cap kelihatannya menghargai uluran pertemanan
dariku dan terutama hadiah-hadiah dalam bentuk makanan, jadi sebelum
mendapatkan lebih banyak teman di sini, kurasa aku akan menghabiskan waktu
luangku bersama pak tua berusia delapan puluh tahun itu.
Dillon dengan santai bersandar di konter. “Kau perawat atau
apa?” Dia membuka bir dan mendekatkan botolnya ke bibir, tapi berhenti sebelum
menenggaknya. Dia ingin aku menjawab pertanyaannya dulu.
“Yap,” sahutku dengan suara ketus.
Dillon tersenyum dan menenggak bir. Aku melanjutkan membuat
sandwich, sengaja menunjukkan sikap menutup diri, tapi sepertinya Dillon tidak
membaca isyaratku. Dia terus menatapku hingga sandwich-ku selesai.
Jika alasannya tetap di dapur karena ingin kubuatkan
sandwich, aku takkan melakukannya.
“Aku pilot,” Dillon memberitahu. Dia tidak mengatakannya
dengan gaya angkuh, tapi jika dalam suatu percakapan tak ada yang bertanya apa
pekerjaanmu, lalu kau memberitahunya secara sukarela, itu biasanya dianggap
angkuh.
“Aku bekerja di maskapai yang sama dengan Corbin.”
Dillon menatapku, menungguku menunjukkan sikap terkesan
karena dia pilot. Satu hal yang dia tidak tahu, semua laki-laki dalam hidupku
adalah pilot. Kakekku dulu pilot. Ayahku pilot sebelum dia pensiun beberapa
bulan lalu. Kakakku pilot.
“Dillon, jika kau mencoba membuatku terkesan, caramu keliru.
Aku lebih menyukai laki-laki yang punya lebih banyak sopan santun dan lebih
sedikit istri.” Aku menurunkan tatapan sekilas ke cincin kawin di jari kirinya.
“Pertandingan baru dimulai,” kata Miles sambil berjalan ke
dapur, menujukan kata-katanya pada Dillon. Kata-kata Miles tidak menyiratkan
ancaman, tapi tatapannya jelas menyuruh Dillon untuk kembali ke ruang tamu.
Dillon mendesah kesal seakan-akan Miles baru merobek
kesenangannya. “Senang bertemu denganmu lagi, Tate,” kata Dillon, berlagak
seolah percakapan kami sudah akan berakhir, entah Miles memutuskan seperti itu
atau tidak.
“Bergabunglah dengan
kami di ruang tamu.” Dillon menatap Miles, walaupun kata-kata itu diucapkannya
untukku. “
Ternyata pertandingan juga baru dimulai.” Dillon menegakkan
tubuh dan menegapkan bahu ketika melewati Miles untuk kembali ke ruang tamu.
Miles tidak mengacuhkan sikap Dillon yang menunjukkan
kekesalan kemudian menyelipkan tangan ke saku belakang ce-………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 5.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk " Bab 5.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta"