Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab 5.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas .

Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah film layar lebar.

Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles 6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.

Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada kali ini NOVELOVE akan memberikan dan memperkenalkan novel Wajah Buruk Cinta, kami yakin sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak Bersama Novel berikut ini.

Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 5.2 

Bab 5.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta 

Ternyata pertandingan juga baru dimulai.” Dillon menegakkan tubuh dan menegapkan bahu ketika melewati Miles untuk kembali ke ruang tamu.

Miles tidak mengacuhkan sikap Dillon yang menunjukkan kekesalan kemudian menyelipkan tangan ke saku belakang celana untuk menarik kunci. Dia menyerahkan kunci itu padaku.

“Sana, belajarlah di apartemenku.”

Itu bukan permintaan. Itu perintah.

“Aku tidak keberatan belajar di sini.”

Aku meletakkan kunci Miles di konter dan kembali menutup mayones, menolak disingkirkan dari apartemenku sendiri oleh tiga bocah laki-laki. Aku membungkus dua sandwich buatanku dengan lap kertas. “Suara dari TV juga tidak terlalu keras.”

Miles maju selangkah hingga jaraknya cukup dekat untuk berbisik. Aku cukup yakin tekanan jemariku meninggalkan cekungan di roti, mengingat seluruh bagian tubuhku, hingga ujung jari kaki, menegang.

“Aku keberatan jika kau belajar di sini sebelum semuanya pulang, Pergilah, Bawa sandwich-sandwich itu.”

Aku menurunkan tatapan ke sandwich. Entah kenapa aku merasa seolah Miles baru saja menghina sandwich-ku.

“Bukan semuanya untukku,” kataku dengan nada membela diri. “Aku membuatkan satu untuk Cap.”

Aku kembali menaikkan tatapan pada Miles, lagi-lagi dia memberiku tatapan yang tidak bisa kumengerti. Jika memiliki mata seperti Miles, seharusnya hal itu terlarang. Aku menaikkan alis dengan penuh harap, karena Miles membuatku sangat canggung. Aku tidak suka pamer, tapi cara Miles mengamatiku membuatku merasa seperti tukang pamer.

“Kau membuatkan sandwich untuk Cap?”

Aku mengangguk. “Makanan membuatnya bahagia,” kataku, mengedikkan bahu.

 Miles mengamati barang yang kupamerkan itu dengan agak lama sebelum kembali mendekatkan wajah ke arahku. Dia mengambil kunci dari konter di belakangku dan memasukkannya ke saku depanku.

Aku bahkan tidak bisa memastikan apakah jemari Miles menyentuh jinsku, tapi aku menghela napas tajam dan menurunkan tatapan ke saku ketika Miles menarik tangannya karena, berengsek, aku kan tidak menduga itu.

Tubuhku membeku ketika Miles berjalan santai ke ruang tamu, tanpa sedikit pun terpengaruh. Sedangkan sakuku, rasanya seakan-akan terbakar.

Aku membujuk kakiku agar bergerak, aku butuh waktu untuk mencerna semua itu. Setelah mengantarkan sandwich untuk Cap, aku menuruti permintaan Miles dan pergi ke apartemennya. Aku ke sana karena keinginanku sendiri, bukan karena Miles ingin aku ke sana dan bukan karena aku benar-benar banyak tugas, melainkan karena membayangkan berada di apartemen Miles tanpa kehadirannya membuatku merasakan kegembiraan yang sadis. Aku merasa seperti baru disodori tiket masuk gratis untuk mengintip semua rahasianya.

Aku seharusnya tidak berpikir apartemen Miles akan memberiku gambaran sekilas tentang siapa dia. Matanya saja tidak bisa memberiku gambaran itu. Tentu saja suasana di sini jauh lebih tenang dan, yeah, aku merampungkan tugas kuliahku selama dua jam penuh, tapi itu karena tidak ada yang membuat perhatianku terpecah, Sama sekali tidak ada.

Tidak ada lukisan yang menghiasi dinding-dinding apartemennya yang putih bersih. Tidak ada hiasan. Tidak ada warna lain. Bahkan meja ek kokoh yang menyekat dapur dari ruang tamu tidak menampung pajangan apa pun. Sungguh tidak mirip rumah tempatku dibesarkan, di mana meja dapur menjadi titik pusat rumah ibuku, dilengkapi penutup meja, kandelir indah yang menggelantung di atas kepala, dan piring-piring kami yang serasi untuk momen apa pun, Miles bahkan tidak punya mangkuk tempat buah.

Satu-satunya benda mengesankan di apartemen ini hanya rak buku di ruang tamu. Di rak itu berbaris puluhan buku, benda yang bagiku lebih mengusik ketertarikan daripada apa pun yang bisa menghiasi dinding polos apartemen Miles. Aku berjalan ke rak itu untuk memeriksa koleksi buku Miles, berharap mendapatkan sedikit pencerahan tentang karakternya berdasarkan pilihan bacaannya.

Dari barisan satu ke barisan lainnya yang kutemukan hanyalah buku-buku bertema penerbangan, aku sedikit kecewa karena, setelah melakukan pemeriksaan gratis terhadap isi apartemen Miles, kesimpulan terbaikku adalah Miles mungkin penggila kerja yang seleranya terhadap dekorasi berada pada kisaran sedikit hingga tidak ada sama sekali.

Aku menyerah memeriksa ruang tamu lalu berjalan ke dapur. Aku membuka kulkas, tapi di dalamnya hampir tak ada apa pun. Ada beberapa kotak makanan yang dibawa pulang. Bumbu dapur. Jus jeruk. Isinya sama dengan isi kulkas Corbin—kosong, menyedihkan, dan khas bujangan sejati.

Aku membuka lemari, mengambil cangkir, dan menuang jus jeruk. Aku menghabiskan jusnya, lalu membilas cangkir di bak cuci. Ada beberapa alat makan lainnya ditumpuk di sisi kiri bak cuci, jadi aku mencucinya sekalian. Bahkan piring dan cangkir Miles tidak mencirikan kepribadiannya—polos, putih, menyedihkan.

Tiba-tiba aku merasakan desakan untuk mengambil kartu kreditku, membawanya ke toko, dan membelikan Miles gorden, perangkat makan baru berwarna cerah, beberapa lukisan, dan mungkin satu atau dua tanaman. Tempat ini membutuhkan sedikit denyut kehidupan.

Aku penasaran seperti apa kisah hidup Miles. Menurutku, dia tidak punya kekasih. Hingga hari ini aku belum pernah melihat Miles bersama satu perempuan pun, ditambah kondisi apartemen ini yang kentara kurang mendapat sentuhan perempuan menunjukkan dugaanku benar. Menurutku, tidak ada perem- puan yang masuk ke apartemen ini lalu pergi begitu saja tanpa mempercantiknya meskipun hanya sedikit, jadi aku menduga tidak ada perempuan yang pernah memasukinya.

Itu juga membuatku bertanya-tanya tentang Corbin. Selama bertahun-tahun kami tumbuh bersama, Corbin tak pernah terbuka tentang hubungan asmaranya, tapi itu karena aku yakin kakakku tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita. Setiap kali Corbin mengenalkanku kepada seseorang, wanita itu seper-…….………(Bersambung)

 Penutup

Bagaimana ? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut ke bab selanjut nya Bab 5.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta

Posting Komentar untuk "Bab 5.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "