Bab 7 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang
bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini,
novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan
merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 7
TUJUH
TATE
Sudah dua minggu berlalu sejak terakhir kali aku bertemu
Miles, tapi baru dua detik berlalu sejak terakhir kali aku memikirkan dia.
Kelihatannya jam kerja Miles juga sepanjang Corbin, dan meskipun rasanya
menyenangkan sesekali memiliki apartemen ini untuk diri sendiri, rasanya juga
menyenangkan ketika Corbin tidak bekerja dan ada seseorang untuk diajak
mengobrol. Aku akan mengatakan pasti menyenangkan jika Corbin dan Miles
sama-sama libur kerja, tapi itu belum pernah terjadi sejak aku tinggal di sini,
Hingga hari ini.
“Ayahnya bekerja, dan dia libur sampai Senin,” Corbin
memberitahu.
Aku tidak tahu dia mengundang Miles pulang ke rumah kami
hingga hari Thanksgiving, dan baru sekarang tahu.
Corbin mengetuk pintu apartemen Miles. “Dia tidak punya
acara.”
Aku cukup yakin aku mengangguk setelah mendengar
pemberitahuan itu, tapi aku berbalik dan langsung berjalan ke lift. Aku takut
begitu Miles membuka pintu, ekspresi girangku karena dia akan tinggal di rumah
kami akan kentara.
Aku sudah di lift, berdiri di dinding belakang, ketika
Corbin dan Miles masuk. Miles melihatku dan mengangguk, tapi hanya itu.
Terakhir kali berbicara dengan Miles, aku membuat suasana canggung di antara
kami begitu pekat, jadi aku tidak bicara sepatah kata pun. Aku juga berusaha
tidak menatapnya lekat-lekat, walau sungguh sulit untuk fokus pada hal lain.
Miles memakai pakaian santai topi bisbol, jins, dan kaus tim sepak bola San
Fransisco. Tetapi, menurutku justru karena itu aku jadi sulit mengalihkan
perhatian, karena aku selalu menganggap kaum lelaki lebih menarik jika mereka
tidak terlalu berusaha keras kelihatan menarik.
Tatapanku meninggalkan pakaian Miles dan beradu dengan
tatapannya yang serius. Aku tidak tahu apakah sebaiknya tersenyum malu atau
memalingkan wajah, jadi aku memilih meniru tindakan Miles selanjutnya,
menunggunya lebih dulu mengalihkan tatapan.
Tapi dia bergeming. Dia terus menatapku tanpa bersuara
sepanjang perjalanan lift turun, dan aku dengan keras kepala melakukan hal yang
sama. Setelah kami tiba di lantai dasar, aku lega Miles lebih dulu keluar,
karena aku harus menghela napas dengan gerakan kentara, mengingat sedikitnya
enam puluh detik tadi aku menahan napas.
“Kalian bertiga akan ke mana?” tanya Cap setelah kami keluar
dari lift.
“Pulang ke San Diego,” sahut Corbin. “Kau punya rencana
untuk Thanksgiving?”
“Lalu lintas penerbangan pasti sibuk,” kata Cap.
“Aku mempertimbangkan tetap di sini dan bekerja.” Dia
mengedip padaku, aku balas mengedip sebelum Cap mengalihkan perhatian pada
Miles.
“Bagaimana denganmu, Nak? Kau juga pulang?”
Miles memperhatikan Cap tanpa bersuara, sama seperti dia
memperhatikanku tanpa bersuara ketika di lift. Keadaan ini membuatku merasakan
kekecewaan besar; ketika di lift aku memendam sepercik harapan Miles menatapku
lekat karena dia juga merasakan ketertarikan padaku, sama seperti yang
kurasakan ketika aku berada di dekatnya. Sekarang, ketika menyaksikan bagaimana
dia tidak mau mengalah saat bertatapan dengan Cap, aku hampir yakin itu tidak
berarti Miles tertarik pada seseorang, semata karena orang itu balas menatap
tanpa gentar. Miles kelihatannya menatap semua orang dengan cara seperti ini.
Lima detik berlalu dalam keheningan dan kecanggungan yang pekat, tak seorang
pun dari mereka angkat bicara. Atau mungkin Miles tidak suka dipanggil “nak”?
“Semoga Thanksgiving-mu menyenangkan, Cap,” kata Miles
akhirnya, tanpa menjawab pertanyaan Cap. Dia berbalik dan berjalan ke lobi
bersama Corbin.
Aku menatap Cap dan mengedikkan bahu. “Doakan semoga aku
beruntung,” kataku. “Kelihatannya Mr. Archer mengalami hari buruk lagi.”
Cap tersenyum. “Tidak,” katanya sambil mundur selangkah ke
kursi.
“Beberapa orang tidak suka mendapat pertanyaan, itu saja.”
Cap mengenyakkan tubuh di kursi.
Dia memberiku tanda hormat yang berarti selamat jalan, aku
membalas tanda hormatnya sebelum berjalan ke pintu keluar gedung.
Entah Cap memaklumi kelakuan kurang ajar Miles karena dia
menyukai Miles, atau Cap memang memaklumi semua orang.
“Aku bersedia menyetir jika kau mau,” kata Miles pada Corbin
setelah kami tiba di mobil.
“Aku tahu kau belum tidur, Kau bisa menggantikan menyetir
besok.”
Corbin setuju, dan Miles membuka pintu di sisi pengemudi.
Aku masuk ke jok belakang dan menimbang-nimbang akan duduk di sebelah mana. Aku
tidak tahu apakah sebaiknya aku duduk persis di belakang Miles, di tengah jok,
atau di belakang Corbin. Karena di mana pun aku duduk, aku merasakan Miles. Dia
ada di mana-mana.
Segala sesuatunya adalah Miles, Itu yang terjadi jika seseorang
mulai merasakan ketertarikan pada orang lain. Awalnya orang itu tidak ada di
mana pun, lalu tahu-tahu orang itu ada di mana-mana, entah kau menginginkan dia
ada atau tidak.
Itu membuatku bertanya dalam hati apakah aku ada di suatu
tempat bagi Miles, tapi pemikiran itu tak bertahan lama. Aku akan tahu jika ada
laki-laki yang tertarik padaku, dan Miles jelas tidak termasuk kategori
laki-laki yang tertarik padaku. Itu sebabnya aku harus mencari cara untuk
menghentikan perasaan apa pun yang kurasakan ini setiap kali aku di dekatnya.
Saat ini aku sama sekali tidak ingin merasakan ketertarikan yang konyol pada
laki-laki ketika aku nyaris tidak memiliki waktu untuk memusatkan perhatian
pada pekerjaan dan kuliah.
Aku mengeluarkan novel dari tas dan mulai membaca. Miles
menyalakan radio. Corbin menurunkan sandaran jok dan menaikkan kaki ke dasbor.
“Jangan bangunkan aku sebelum kita tiba,” katanya sambil
menurunkan paruh topi hingga menutupi mata.
Aku menatap sekilas pada Miles, yang memperbaiki posisi spion
tengah. Dia membalik tubuh, menengok ke belakang sambil mundur dari parkiran.
Tatapannya sesaat beradu dengan tatapanku.
“Kau merasa nyaman?” tanya Miles.
Dia kembali membalik tubuh sebelum mendengar jawabanku dan
mulai menyetir, setelah itu menatapku sekilas dari spion tengah.
“Yap,” sahutku, sambil memastikan aku membubuhkan secuil
senyum di ujung kata itu.
Aku tak ingin Miles berpikir aku kesal karena dia ikut kami
pulang, tapi sulit bagiku tidak menunjukkan sikap tertutup ketika di dekatnya,
mengingat aku berusaha terlalu keras menutup diri.
Miles menatap lurus ke depan, aku kembali menurunkan tatapan
ke buku.
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 7.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 7 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "