Bab 7.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang
bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini,
novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan
merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 7.1
Tiga puluh menit berlalu, pergerakan mobil ditambah
perjuanganku mencoba membaca membuat kepalaku pusing. Aku meletakkan buku di
sebelahku dan membetulkan sikap duduk di jok belakang. Aku menyandarkan kepala
dan menaikkan kaki ke konsol di antara Miles dan Corbin. Miles menatapku
sekilas dari spion tengah, dan tatapannya terasa seperti tangan yang merayapi
setiap jengkal tubuhku. Tatapan Miles bertahan tidak lebih daripada dua detik,
setelah itu dia kembali menatap jalan raya.
Aku benci ini, Aku tidak tahu apa yang berkecamuk di pikiran
Miles. Dia tidak pernah tersenyum. Tidak pernah tertawa. Tidak bersikap
menggoda. Wajahnya seolah senantiasa memasang selubung per- lindungan untuk
memisahkan ekspresinya dan seluruh dunia.
Sejak dulu aku payah dalam menghadapi tipe laki-laki
pendiam. Alasan utama karena kebanyakan laki-laki justru terlalu banyak bicara,
dan rasanya menyakitkan harus ikut menderita bersama setiap pikiran yang
melintas di kepala mereka. Miles membuatku berharap dia kebalikan dari tipe
laki-laki pendiam. Aku ingin tahu semua pikiran yang melintas di benaknya.
Terutama pikiran yang berkecamuk saat ini, yang tersembunyi di balik ekspresi
menahan emosinya.
Aku masih menatapnya melalui spion tengah, mencoba menilai
dirinya, ketika Miles melirikku lagi. Aku menurunkan tatapan ke ponsel, sedikit
malu karena tepergok memperhatikannya. Tetapi, cermin itu seperti magnet, dan
celakalah kalau tatapanku tidak segera kembali ke sana.
Begitu aku menatap spion lagi, Miles juga melakukannya. Aku
menurunkan tatapan lagi.
“Berengsek”. Katanya dalam hati
Ini akan menjadi perjalanan paling lama seumur hidupku. Aku
berhasil menahan diri tiga menit, lalu menatap spion lagi. “Berengsek. Miles
juga.” Katanya lagi dalam hati.
Aku tersenyum, geli memikirkan permainan yang kami mainkan
ini.
Miles juga tersenyum.
Miles?
Juga?
Tersenyum?
Miles mengembalikan tatapan ke jalan raya, tapi senyumnya
bertahan selama beberapa detik. Aku tahu karena aku tidak bisa berhenti menatap
senyumnya. Aku ingin mengambil foto senyumnya sebelum senyum itu menghilang
lagi, tapi tindakanku pasti terasa aneh.
Miles menurunkan tangan untuk meletakkannya di konsol, tapi
kakiku menghalangi. Aku mendorong tubuh dengan tangan. “Maaf,” kataku, sambil
berusaha menarik kaki, Jemari Miles mencengkeram kakiku yang tidak tertutup,
menghentikan niatku. “Tidak apa-apa,” katanya.
Tangan Miles masih mencengkeram kakiku. Aku menatap
tangannya mencengkeram kakiku, astaga, ibu jari Miles baru saja bergerak.
Bergerak dengan disengaja, untuk membelai sisi kakiku. Aku merapatkan paha,
napasku tertahan di paru-paru, dan kakiku menegang, karena sial tangan Miles
baru saja membelai kakiku sebelum melepaskannya. Aku sampai terpaksa menggigit
sisi dalam pipiku supaya bibirku tidak tersenyum.
Kurasa kau tertarik padaku, Miles.
• • •
Begitu kami tiba di rumah orangtuaku, ayahku menyuruh Corbin
dan Miles menggantung lampu-lampu Natal. Aku membawa masuk barang-barang kami
ke rumah dan memberikan kamarku untuk ditempati Corbin dan Miles, karena hanya
kamar itu yang memiliki dua ranjang. Aku menempati kamar lama Corbin, setelah
itu pergi ke dapur untuk membantu ibuku mempersiapkan makan malam.
Sejak dulu Thanksgiving di rumah kami diadakan kecil-kecilan
saja. Mom dan Dad tidak suka dipaksa memilih siapa keluarga yang akan diundang,
apalagi ayahku hampir tidak pernah ada di rumah, karena waktu-waktu paling
sibuk seorang pilot jatuh pada hari-hari libur. Ibuku akhirnya memutuskan acara
Thanks- giving hanya diadakan untuk keluarga dekat, jadi pada Thanksgiving
setiap tahun hanya ada aku, Corbin, Mom, dan Dad, jika Dad di rumah. Tahun
lalu, hanya ada Mom dan aku, karena Dad dan Corbin sama-sama bertugas.
Tahun ini, kami hadir lengkap. Ditambah Miles. Aneh melihat
kehadiran Miles di sini seperti ini. Mom ke- lihatan senang bertemu Miles, jadi
kurasa Mom tidak terlalu keberatan ada orang lain. Ayahku menyukai semua orang,
dan dia lebih senang lagi karena ada orang lain yang membantu memasang
lampu-lampu Natal, jadi aku tahu kehadiran orang ketiga tidak mengganggu ayahku
sedikit pun.
Ibuku menyerahkan panci berisi telur rebus padaku. Aku
meretakkan kulit telur-telur itu untuk persiapan membuat telur bumbu. Mom
mencondongkan tubuh di meja kerja di tengah dapur sambil menopang dagu di
tangan.
“Miles tampan,” kata Mom sambil melengkungkan alis.
Biar kujelaskan dulu tentang ibuku. Mom ibu yang hebat. Ibu
yang sangat hebat. Tetapi, aku tak pernah nyaman berbicara tentang laki-laki
padanya. Kejadiannya berawal ketika aku berumur dua belas tahun dan mendapat
haid pertama. Mom begitu senang hingga dia menelepon tiga temannya untuk
menyampaikan berita itu sebelum menjelaskan pada aku sendiri apa yang
sebenarnya terjadi padaku. Dalam usia dini aku belajar bahwa rahasia bukan lagi
rahasia begitu sampai di telinga ibuku.
“Dia memang tidak jelek,” sahutku berdusta.
Aku jelas berdusta, karena Miles memang tampan. Rambutnya
cokelat keemasan dipadu mata biru yang menyihir, bahu lebar, tunas janggut yang
menghiasi rahang tegasnya jika dia libur bekerja dua hari, tubuhnya yang selalu
menguarkan harum lezat menggoda, seolah dia baru selesai mandi dan belum
mengeringkan tubuh. Astaga, Siapa sebenarnya aku saat ini?
“Apa dia punya kekasih?”
Aku mengedikkan bahu. “Aku tidak terlalu mengenalnya, Mom.”
Aku membawa panci ke bak cuci dan mengguyur telur dengan air
untuk mengendurkan cangkangnya. “Apa Dad suka masa pensiunnya?” tanyaku,
berusaha mengganti topik pembicaraan.
Ibuku tersenyum lebar. Senyum penuh arti, dan aku membenci
senyumnya. Kurasa aku tidak pernah harus menceritakan apa pun pada ibuku,
karena dia ibuku. Dia sudah tahu. Aku tersipu, lalu berbalik dan menyelesaikan
tugas meretak-kan cangkang telur.…………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 8 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 7.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "