Bab 9 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang
bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini,
novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan
merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 9
Bab 9 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta |
SEMBILAN
TATE
“Perawat!” seru Corbin. Dia berjalan ke dapur, Miles
menyusul di belakangnya. Corbin bergeser ke samping dan menunjuk Miles. Tangan
Miles bersimbah darah. Miles menatapku seolah aku seharusnya tahu harus berbuat
apa. Tempat ini bukan IGD. Ini dapur ibuku.
“Bisa bantu aku sedikit?” tanya Miles sambil menggenggam
pergelangan tangan kuat-kuat. Darahnya bertetesan di lantai.
“Mom!” seruku. “Mana kotak obatnya?” Aku membuka lemari satu
per satu, mencari kotak yang kubutuhkan.
“Di kamar mandi bawah! Di bawah bak cuci!” Mom balas
berseru.
Aku menunjuk kamar mandi, dan Miles mengikutiku. Aku membuka
lemari dan mengeluarkan kotak obat. Setelah menurunkan tutup toilet, aku
mengarahkan Miles supaya duduk, setelah itu aku duduk di tepi bak rendam dan
menarik tangannya ke arahku. “Kau kenapa?” Aku mulai membersihkan darah Miles
dan mencermati luka sayatan. Lukanya dalam, tepat di tengah telapak tangan.
“Aku menangkap tangga yang oleng.”
Aku menggeleng-geleng. “Seharusnya kaubiarkan tangga itu
jatuh.”
“Tidak bisa,” sahutnya. “Corbin berdiri di tangga itu.”
Aku menaikkan tatapan, dan Miles menatapku dengan mata
birunya yang memiliki ketajaman kontras. Aku kembali menurunkan tatapan ke
tangannya. “Tanganmu perlu dijahit.”
“Kau yakin?”
“Ya,” sahutku. “Aku bisa mengantarmu ke IGD.”
“Tidak bisakah kau
menjahitnya di sini saja?”
Aku menggeleng. “Aku tidak punya peralatan memadai. Aku
butuh benang bedah. Lukamu cukup dalam.”
Miles menggunakan tangan satu lagi untuk mengaduk kotak
obat. Dia mengeluarkan segulung benang dan menyodorkannya padaku.
“Lakukan sebisamu.”
“Aku bukan akan menjahit kancing baju, Miles.”
“Aku tidak sudi menginap seharian di IGD hanya karena luka
sayat. Pokoknya lakukan sebisamu. Aku akan baik-baik saja.”
Aku juga tidak ingin Miles menginap seharian di IGD. Itu
berarti dia harus tetap di sini.
“Jika tanganmu mengalami infeksi dan kau mati, aku
menyangkal terlibat dalam kematianmu.”
“Jika tanganku mengalami infeksi dan aku mati, aku pasti
terlalu tidak bernyawa untuk menyalahkanmu.”
“Penjelasan bagus,” sambutku.
Aku melanjutkan membersihkan luka Miles, setelah itu
mengambil perlengkapan yang kubutuhkan dan meletakkannya di konter. Aku tidak
bisa mendapatkan sudut yang pas dengan posisi kami saat ini, jadi aku berdiri
dan menaikkan kaki di pinggir bak rendam. Setelah itu aku meletakkan tangan
Miles di kakiku.
Aku meletakkan tangan Miles di kakiku. Astaga, Usahaku
takkan berhasil jika tangan Miles rebah di kakiku seperti ini. Jika ingin
tanganku tetap tenang dan tidak gemetaran, aku harus mengatur ulang posisi
kami.
“Ini takkan berhasil,” kataku sambil berbalik menghadap
Miles.
Aku mengangkat tangannya dan meletakkannya di konter,
setelah itu berdiri tepat di depannya. Dengan cara pertama akan lebih mudah dan
lancar, tapi aku tidak bisa membiarkan tangan Miles menyentuh kakiku ketika aku
merawat lukanya.
“Ini akan sakit,” aku mengingatkan.
Miles tertawa seolah dia tahu apa yang disebut sakit, dan
baginya ini bukan sakit.
Aku menusuk kulitnya dengan jarum, dia tidak berjengit
sedikit pun. Dia bahkan tidak bersuara, Miles diam saja selama memperhatikanku
bekerja. Sesekali dia menaikkan tatapan dari tanganku untuk mengamati wajahku.
Kami tidak berbincang, seperti biasa.
Aku mencoba mengabaikan Miles. Aku mencoba berfokus pada
tangan dan lukanya, pada bagaimana luka itu perlu ditutup segera, tapi wajah
kami begitu dekat, dan aku bisa merasakan napasnya di pipiku setiap kali dia
mengembuskan napas. Dan embusan napas Miles mulai sering.
“Lukamu akan berparut,” aku memberitahu dalam bisikan lirih.
Aku bertanya dalam hati ke mana perginya semua suaraku, aku
mendorong jarum untuk keempat kalinya. Aku tahu ini pasti sakit, tapi Miles
tidak memperlihatkannya. Setiap kali jarum menusuk kulitnya, aku harus mencegah
diriku meringis untuknya.
Aku seharusnya berfokus pada luka Miles, tapi yang bisa
kurasakan hanya bagaimana lutut kami bersentuhan. Miles meletakkan tangannya
yang tak kujahit di tempurung lutut. Ujung satu jemarinya menyentuh lututku.
Aku tak tahu bagaimana bisa ada begitu banyak hal terjadi
sekaligus saat ini tapi aku hanya bisa berfokus pada ujung jemari Miles. Ujung
jemarinya terasa hangat di jinsku seperti besi stempel. Dia menderita luka
serius, darah merembes ke handuk di bawah tangannya, jarumku menusuk kulitnya,
tapi aku hanya bisa berfokus pada sentuhan kecil antara lututku dan jemarinya.
Dan itu membuatku bertanya-tanya seperti apa rasanya sentuhan itu jika di
antara kami tidak ada pakaian yang membatasi. Tatapan kami saling mengunci
selama dua detik, setelah itu aku cepat-cepat menurunkan tatapan ke tangannya.
Miles tidak lagi menatap tangannya. Dia menatapku penuh, dan aku beru……………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 9.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 9 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "