Bab 9.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini, novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 9.1
Bab 9.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta |
Tatapan kami saling mengunci selama dua detik, setelah itu
aku cepat-cepat menurunkan tatapan ke tangannya. Miles tidak lagi menatap
tangannya. Dia menatapku penuh, dan aku berusaha sekuat tenaga mengabaikan
perubahan napasnya. Aku tidak tahu apakah napas Miles bertambah cepat karena
aku berdiri begitu dekat dengannya, atau karena aku membuatnya kesakitan. Ujung
jemarinya yang menyentuh lututku bertambah menjadi dua, Tiga.
Aku menghela napas lagi dan mencoba berfokus menjahit
tangannya hingga selesai.
Aku tidak bisa.
Dia sengaja, Sentuhan jemarinya bukan kebetulan. Miles
menyentuhku karena dia ingin menyentuhku. Jemarinya merayap memutari lututku,
dan tangannya menempel di sisi belakang kakiku. Miles merebahkan kepala di
bahuku sambil mengembuskan napas, dan tangannya meremas kakiku.
Aku tidak tahu bagaimana aku masih bisa berdiri.
“Tate,” bisik Miles. Caranya mengucapkan namaku sarat
kesakitan, jadi aku menghentikan pekerjaanku dan menunggu Miles memberitahuku
bahwa dia kesakitan. Aku menunggu Miles menyuruhku berhenti sebentar. Miles
menyentuhku karena itu, bukan? Karena dia kesakitan?
Miles tidak berbicara lagi, jadi aku menyelesaikan jahitan
ter-akhir dan membuhul benang.
“Selesai,” kataku, sambil meletakkan kembali peralatanku di
konter. Miles tidak melepaskanku, jadi aku juga tidak mundur.
Tangan Miles di sisi belakang kakiku perlahan mulai merayap
naik, terus naik ke paha, memutar ke pinggul, lalu naik ke pinggang.
“Bernapaslah, Tate.” Berkata dalam hati.
Jemari Miles mencengkeram pinggangku, lalu dia menarikku
lebih rapat, kepalanya masih menekan bahuku. Tanganku mencari bahu Miles,
karena aku harus berpegangan pada sesuatu supaya bisa tetap berdiri tegak.
Semua otot di tubuhku seolah lupa begitu saja cara menjalankan fungsinya.
Aku masih berdiri, dan Miles masih duduk, tapi saat ini
posisiku di antara kakinya setelah dia menarikku begitu rapat. Miles perlahan
mengangkat wajah dari bahuku, dan aku terpaksa memejamkan mata karena dia
membuatku gugup hingga tak sanggup menatapnya.
Aku merasakan wajah Miles mendongak untuk menatapku, tapi
mataku masih kupejamkan, bahkan semakin rapat. Aku tidak tahu mengapa. Saat ini
aku tidak tahu apa-apa. Aku hanya tahu Miles.
Saat ini, kurasa Miles ingin menciumku Dan saat ini, aku
yakin aku juga ingin mencium Miles. Tangan Miles perlahan-lahan menjelajah naik
ke punggungku hingga akhirnya menyentuh tengkukku. Rasanya tangan Miles
meninggalkan jejak di setiap jengkal tubuhku yang dia sentuh. Jemarinya
menempel di pangkal tengkukku, dan bibirnya tak sampai dua sentimeter dari
rahangku. Begitu dekat hingga aku tidak bisa membedakan apakah bibir Miles atau
embusan napasnya yang membuat kulitku seperti dibelai bulu-bulu halus.
Aku merasa seperti akan mati, dan tidak ada satu benda pun
di kotak obat yang bisa menyelamatkanku. Pegangan Miles di leherku bertambah
erat... lalu dia membunuhku atau mungkin dia menciumku. Aku tidak tahu mana
yang benar, karena aku cukup yakin rasanya sama saja. Bibir Miles di bibirku
terasa seperti segalanya. Rasanya seperti hidup, mati, dan terlahir kembali
sekaligus.
Astaga. Miles menciumku. Indra pengecap Miles kini di dalam
mulutku, dengan lembut membelai indra pengecapku, dan aku tidak tahu bagaimana
itu terjadi. Tetapi, aku tidak keberatan dan yah, aku tidak keberatan merasakan
ini.
Miles berdiri sedikit demi sedikit, dengan bibir masih
menempel di bibirku. Dia membawaku berjalan beberapa langkah hingga dinding di
belakangku menggantikan tangannya yang tadi memegang sisi belakang kepalaku.
Sekarang tangan itu pindah ke pinggangku.
Astaga, bibirnya sangat posesif, Miles mengembangkan jemari,
ujung jemarinya menghunjam pinggulku, Astaga, dia baru saja mengerang. Tangan
Miles bergeser meninggalkan pinggangku dan merayap turun ke kakiku.
“Bunuh aku sekarang. Bunuh aku sekarang.” Teriak dalam hati.
Miles mengangkat kakiku dan mengaitkan kakiku di
pinggangnya, lalu dia menekan begitu mesra hingga aku mengerang di bibirnya.
Lalu ciuman itu tiba-tiba terhenti.
Mengapa Miles melepaskan bibirnya? Jangan berhenti, Miles.
Miles menurunkan kakiku, lalu telapak tangannya memukul
dinding di sisi kepalaku seolah dia butuh penyangga supaya bisa tetap berdiri.
Jangan, jangan,
jangan berhenti. Teruskan. Tempelkan lagi bibirmu di bibirku.
Aku mencoba menatap mata Miles, tapi matanya terpejam,
Matanya menyesali ciuman ini.
“Jangan buka matamu, Miles. Aku tak ingin melihatmu
menye-sali ciuman ini.” Katanya dalam hati
Miles menekan dahi ke dinding di sebelah kepalaku, masih
menyandar padaku sambil kami berdiri dengan bibir membisu, mencoba memasukkan
kembali udara ke paru-paru kami. Setelah beberapa kali menghela napas panjang,
Miles mendorong tubuhnya menjauh dari dinding, berbalik, dan berjalan ke
konter. Un- tunglah aku tidak melihat mata Miles sebelum dia membukanya, dan
sekarang dia memunggungiku, sehingga aku tidak bisa merasakan penyesalan yang
kentara dia rasakan. Miles mengambil gunting medis dan menggunting segulung
perban.
Aku masih menempel di dinding, Kurasa aku akan menempel
selamanya di dinding. Sekarang aku kertas dinding. Itu dia. Aku kertas dinding.
“Aku tak seharusnya melakukan itu,” kata Miles. Suaranya
tegas. Keras. Sekeras logam. Setajam pedang.
“Aku tidak keberatan,” kataku. Suaraku tidak tegas. Suaraku
seperti benda cair. Suaraku menguap.
Miles membalut tangannya yang luka, lalu berbalik
menghadapku.
Tatapan Miles setegas suaranya, juga sekeras logam. Setajam
pedang, mengiris tali temali pengikat secuil harapan yang kusimpan untuknya,
aku, dan ciuman itu.
“Jangan biarkan aku melakukan itu lagi,” kata Miles.……………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 9.2 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 9.1 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "