Bab 9.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Novel berjudul Wajah Buruk Cinta adalah sebuah novel yang
bergenre romantic, banyak orang yang dibuat ketagihan untuk membaca novel ini,
novel ini sangat terkenal karena jutaan orang telah membaca novel ini dan
merasa puas.
Novel ini dapat membuat guncangan emosi yang kuat bagi
pembacanya, karena di setiap alur ceritanya membuat pembaca semakin ingin tau
kelanjutan dari cerita nya, bahkan novel ini telah di angkat menjadi sebuah
film layar lebar.
Novel ini menggunakan 2 sudut pandang. Sudut pandang Tate di
masa kini, dan sudut pandang Miles di Enam tahun yang lalu. Meskipun kedua
sudut pandang berbeda, tapi setiap pesan yang terkandung dalam alur milik Miles
6 tahun yang lalu itu ternyata berpengaruh di masa sekarang.
Sobat NOVELOVE pasti penasaran dengan ceritanya bukan? Pada
kali ini NOVELOVE akan memperkenalkan dan memberikan novel Wajah Buruk Cinta,
Kami yakin Sobat NOVELOVE pasti akan suka dengan novel ini, mari kita simak
bersama novel berikut ini.
Novel Romantis Wajah Buruk Cinta Bab 9.3
Bab 9.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta |
Suasana di sekitar meja semakin lama semakin senyap. Nah,
yang ini membuat Miles malu, Aku terus memikirkan ciuman kami di kamar mandi
dan bagaimana aku tahu belum sampai enam tahun sejak terakhir kali Miles
bermesraan dengan perempuan. Laki-laki yang memiliki bibir seposesif itu tahu
cara menggunakan bibirnya, dan aku yakin bibir itu sering digunakan.
Aku tidak ingin memikirkan itu, aku tidak ingin keluargaku
memikirkan itu.
“Lukamu berdarah lagi,” kataku sambil menatap perban
berdarah yang membalut tangan Miles.
Aku menoleh pada ibuku. “Mom punya liquid bandage?”
“Tidak,” sahut Mom. “Benda itu membuatku ketakutan.”
Aku menatap Miles. “Akan kuperiksa selesai kita makan.” Miles
mengangguk tanpa menatapku. Ibuku bertanya bagaimana pekerjaanku, dan Miles
tidak lagi menjadi pusat perhatian. Kurasa itu membuat dia lega.
Aku mematikan lampu dan naik ke ranjang, tidak tahu
bagaimana harus menyikapi hari ini. Miles dan aku tidak berbicara lagi setelah
makan malam, meskipun aku meluangkan sepuluh menit penuh mengganti perbannya di
ruang tamu.
Kami tidak berbicara sepatah kata pun selama mengganti
perban. Kaki kami tidak bersentuhan. Jemari Miles tidak menyentuh lututku.
Miles bahkan tidak mengangkat wajah untuk menatapku. Selama sepuluh menit dia
terus menatap tangannya, memusatkan perhatian ke sana seolah tangannya bakal
copot jika dia memalingkan wajah.
Aku tidak tahu harus berpikir apa tentang Miles atau ciuman
kami. Kentara Miles tertarik padaku, jika tidak, dia takkan menciumku.
Sedihnya, itu cukup untukku. Aku bahkan tak peduli apakah Miles menyukaiku, aku
hanya ingin Miles tertarik padaku, karena rasa suka bisa datang belakangan.
Aku memejamkan mata dan untuk kelima kalinya berusaha tidur,
tapi sia-sia. Aku berguling hingga berbaring miring, menghadap pintu bersamaan
aku melihat kaki seseorang mendekati pintu kamarku. Aku mengawasi pintu,
berharap daun pintu terbuka, tapi bayangan itu menghilang dan terdengar bunyi
langkah meneruskan perjalanan di lorong. Aku hampir yakin itu Miles, tapi
karena dia satu-satunya orang yang memenuhi pikiranku saat ini. Aku
mengembuskan napas teratur beberapa kali untuk menenangkan diri secukupnya
supaya bisa memutuskan apakah aku ingin membuntuti Miles. Aku baru sampai pada
helaan napas ketiga ketika melompat turun dari ranjang.
Aku berperang batin apakah perlu menyikat gigi lagi, tapi
baru dua puluh menit yang lalu aku menyikatnya. Aku mengamati rambutku di
cermin, setelah itu membuka pintu kamar dan berjalan sepelan mungkin ke dapur.
Ketika membelok di pojok, aku melihat Miles. Melihat
kese-luruhan sosoknya. Miles bersandar di konter dalam posisi menghadapku,
hampir seolah menanti kedatanganku.
Astaga, aku tidak suka ini. Aku berpura-pura kami hanya
kebetulan ke dapur pada saat bersamaan, meskipun sekarang tengah malam.
“Tidak bisa ti- dur?” Aku berjalan melewati Miles untuk
mendatangi kulkas dan mengambil jus jeruk.
Aku mengeluarkan jus, menuang segelas untuk diriku, lalu
bersandar di konter di seberang Miles. Miles mengamatiku, tapi tidak menjawab
pertanyaanku.
“Apa kau tidur sambil berjalan?”
Miles tersenyum, mengisapku dari ujung rambut hingga ujung
kaki seperti spons dengan tatapannya.
“Ternyata kau sangat
suka jus jeruk,” katanya dengan nada geli.
Aku menatap gelas, lalu mendongak padanya, dan mengedikkan
bahu. Miles maju selangkah mendekatiku dan menunjuk gelas. Aku menyerahkan
gelasku padanya, Miles mengangkat gelas ke bibirnya dan menyesap lambat-lambat,
setelah itu mengembalikannya padaku. Selama melakukan semua itu, dia tidak
sedetik pun memutus kontak mata denganku.
Well, sekarang kupastikan aku benar-benar suka jus jeruk.
“Aku juga suka jus jeruk,” kata Miles, meskipun aku tidak
menjawab pertanyaannya tadi.
Aku meletakkan gelas di sebelahku, mencengkeram pinggiran
konter, lalu mendorong tubuh untuk duduk di atasnya. Aku berpura-pura tidak
merasa Miles seperti menginvasi seluruh keberadaanku, tapi dia tetap ada di
mana-mana. Memenuhi dapur, Memenuhi seluruh rumah ini.
Dapur diselimuti kesunyian yang pekat. Aku memutuskan lebih
dulu memulai interaksi.
“Benarkah sudah enam tahun sejak terakhir kali kau punya
kekasih?”
Miles mengangguk tanpa ragu, membuatku terkejut sekaligus
girang bukan kepalang mengetahui jawaban itu. Entah kenapa aku suka mengetahui
itu. Kurasa ini jauh lebih menyenangkan daripada bayanganku tentang seperti apa
kehidupan Miles pada masa lalu.
“Wow. Apa kau pernah...” Aku tidak tahu bagaimana
menuntaskan pertanyaan itu.
“Berhubungan s3ks?” Miles menyela.
Aku senang satu-satunya lampu yang menyala terletak di atas
kompor, karena aku yakin saat ini pipiku memerah.
“Tidak semua orang menginginkan hal yang sama dari
kehidupan,” kata Miles. Suaranya lembut, selembut selimut bulu. Membuatku ingin
bergulung di dalamnya, membalut diriku di dalam suara itu.
“Semua orang menginginkan cinta,” kataku. “Atau setidaknya
s3ks, Itu keinginan alami manusia.”
Aku tidak percaya kami melakukan percakapan ini. Miles
bersedekap, Dia menyilangkan kaki di pergelangan. Kuamati, ini cara Miles
membentuk tembok pribadi. Dia lagi- lagi memasang penghalang tak kasatmata itu,
mengekang diri supaya tidak terlalu banyak mengungkapkan tentang dirinya.
“Kebanyakan orang tidak bisa menginginkan yang satu tanpa
menginginkan yang satu lagi,” sahut Miles. “Jadi aku merasa lebih mudah tidak
memiliki keduanya.” Miles mengamatiku, menilai reaksiku atas kata-katanya. Aku
berusaha keras tidak memperlihatkan reaksi apa pun padanya.
“Kalau begitu, mana yang tidak kauinginkan dari dua hal itu,
Miles?” suaraku yang lemah sungguh memalukan. “Cinta atau s3ks?”.……………(Bersambung)
Penutup
Bagaimana? apakah sobat NOVELOVE tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Pasti nya ketagihan dong, baiklah mari kita lanjut membaca ke bab selanjut nya yaitu Bab 9.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta
Posting Komentar untuk "Bab 9.3 Novel Romantis Wajah Buruk Cinta "